JAKARTA, Cobisnis.com – Di tengah perkembangan digital saat ini masih dijumpai beberapa hambatan dalam pengembangan pelaku usaha ekonomi kreatif di Indonesia. Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif RI, Norman Sasono mengatakan, baru 9 persen UMKM memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan dan distribusi produk.
Menurut Norman, data menunjukkan 83 persen pelaku usaha kreatif juga belum berbadan hukum. Kemudian, 88 persen belum memiliki hak kekayaan intelektual, 92 persen usaha kreatif masih menggunakan modal sendiri. Lalu 92 persen usaha kreatif yang berpendapatan rata-rata masih di bawah Rp300 juta per tahun.
“Pandemi membawa dampak yang luar biasa pada berbagai sektor di Indonesia, masuk di dalamnya adalah sektor ekonomi kreatif. Pada kondisi perubahan yang dinamis atau pola ketidakpastian perlu melakukan terobosan agar dapat terus bertahan dalam menghadapi tantangan dan merebut peluang,” kata Norman dalam Webinar Regional Summit 2021 ‘Merebut Peluang Investasi Digital di Daerah’ di Jakarta (29/11/2021).
Karena itu Kemenparekraf telah melakukan berbagai transformasi digital bagi para pelaku ekonomi kreatif dan UMKM, salah satunya melalui program Bangga Buatan Indonesia (BBI).
Menurut dia, sejak Mei sampai dengan September 2020 tercatat ada 2,4 juta unit UMKM atau tumbuh sebesar 10 persen masuk dalam ekosistem digital. BBI meliputi program pelatihan berjualan online, pelatihan untuk menciptakan konten kreatif sebagai sarana promosi usaha, serta pelatihan dalam membuat kemasan produk yang menarik untuk meningkatkan nilai tambah.
“Dalam meningkatkan kapasitas dan produk ekonomi kreatif, Kemenparekraf juga memberikan bantuan insentif pemerintah pada tahun 2021 sebesar Rp60 miliar yang diberikan kepada pelaku sektor parekraf, yang meliputi subsektor ekraf, aplikasi digital pengembangan dan permainan fashion, kriya, kuliner, film dan sektor pariwisata,” ujar dia.
Kemudian, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pada kesempatan tersebut menuturkan masalah tertinggi yang dihadapi oleh para pelaku usaha di daerahnya adalah berkaitan dengan cara menjual produk. Menurut Ganjar, hasil survei yang dilakukan secara kecil-kecilan di Jawa Tengah menunjukkan 52,98 persen pelaku usaha bertanya mengenai marketing produk.
“Yang kedua permodalan itu sekitar 30,24 persen, ya yang lainnya itu soal kemasan, soal izin usaha, izin edar pembukuan dan sebagainya. Jadi kami survei kecil-kecilan,” kata dia.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun memberikan beberapa pelatihan. Menurut Ganjar, UMKM di Jawa Tengah diajarkan terlebih dulu berjualan kecil-kecilan melalui media sosial, lalu baru diperkenalkan masuk ke marketplace.
Gubernur Ganjar Pranowo dalam membantu pengembangan produk UMKM juga membuka ‘Lapak Ganjar’ melalui akun Instagram pribadi. Ganjar menuturkan, tujuan daripada Lapak Ganjar adalah mengenalkan kepada pelaku UMKM di Jawa Tengah untuk mulai melek digital dan berharap setelah itu ada investor masuk.
“Sekarang kegiatan ekstrakurikuler saya melalui Instagram itu dengan Lapak Ganjar. Jadi setiap weekend, setiap minggu saya jualan dan saya terharu juga kemarin ada jual masker penjualannya meningkat, makanan meningkat,” tuturnya.