Cobisnis.com – Pemerintah AS melalui United States Trade Representative (USTR) menerbitkan keputusan resmi pada Jumat (30 Oktober 2020) untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia. Keputusan ini diambil setelah USTR melakukan review terhadap fasilitas GSP untuk Indonesia selama kurang lebih 2,5 tahun sejak Maret 2018.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980.
Terdapat 3572 pos tarif yang telah diklasifikasikan oleh US Customs
and Border Protection (CBP) pada level Harmonized System (HS) 8-digit yang mendapatkan pembebasan tarif melalui skema GSP. 3572 pos tarif tersebut mencakup produk manufaktur dan semi-manufaktur, pertanian, perikanan dan industri primer.
Daftar produk yang mendapatkan pembebasan tarif bisa dilihat pada Harmonized Tariff Schedule of the United States (HTS-US).
Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC) pada tahun 2019 ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai USD 2,61 milyar atau setara 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS (yaitu sebesar USD 20.1 milyar).
Ekspor GSP Indonesia di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Dari Januari-Agustus 2020 di tengah pandemi nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat USD 1,87 milyar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama di
tahun sebelumnya.
“Dengan perpanjangan pemberian fasilitas GSP ini diharapkan nilai ekspor Indonesia akan semakin meningkat,” demikian Press Briefing Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, Minggu (1 November 2020).
Dalam kunjungan Menlu AS Mike Pompeo ke Indonesia selama tiga hari di bulan Oktober 2020, baik dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Retno Marsudi maupun kunjungan kehormatan kepada Presiden RI, isu GSP menjadi salah satu bahasan utama kedua negara.
“Keputusan USTR ini tentunya kita sambut dengan baik dan mudah-mudahan dapat terus kita manfaatkan untuk memperkuat perdagangan kita dengan AS,” ujar Menlu.
Perdagangan yang kuat antara Indonesia-AS diharapkan akan
menjadi katalis bagi peningkatan investasi kedua negara. AS merupakan negara tujuan ekspor non migas terbesar RI kedua setelah China, dengan total nilai perdagangan dua-arah mencapai USD 27 milyar di tahun 2019.
Ekspor Indonesia ke AS periode Januari-Agustus 2020 mencapai USD 11,8 miliar meningkat hampir 2% dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar USD11,6 miliar. Kenaikan ini terjadi di tengah situasi pandemi, dan saat impor AS dari seluruh dunia turun 13%.
Lima besar ekspor produk GSP Indonesia hingga Agustus 2020 adalah:
1. HS 94042100: matras, baik karet maupun plastic USD 185 juta
2. HS 71131929: kalung dan rantai emas USD 142 juta
3. HS 42029231: tas bepergian dan olahraga USD 104 juta
4. HS 38231920: minyak asam dari pengolahan kelapa sawit USD 84 juta
5. HS 40112010: ban penumatik radial untuk bus atau truk USD 82 juta
Lima besar ekspor produk GSP Indonesia pada tahun 2019 adalah:
1. HS 71131929: kalung dan rantai emas USD 225 juta
2. HS 40112010: ban pneumatic radial untuk bus atau truk USD 145 juta
3. HS 42029231: tas bepergian dan olahraga USD 142 juta
4. HS 71131950: perhiasan dari logam berharga selain perak USD 112 juta
5. HS 38231920: minyak asam dari pengolahan kelapa sawit USD 95 juta