JAKARTA, Cobisnis.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan publik seiring munculnya kekhawatiran terkait potensi kenaikan harga pangan. Namun, para ekonom menilai anggapan tersebut tidak berdasar dan justru menilai MBG membawa manfaat luas bagi stabilitas harga serta perekonomian nasional.
Ekonom sekaligus mantan Direktur Program Magister Manajemen FEB UI, Harryadin Mahardika, menjelaskan bahwa kehadiran MBG dan operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) justru memotong rantai distribusi yang selama ini merugikan petani dan peternak.
Menurutnya, sebelum MBG berjalan, produsen pangan kecil tidak memiliki pilihan selain menjual hasil produksi melalui tengkulak dan distributor, sehingga harga kerap dikendalikan spekulan. Dengan adanya SPPG, hasil panen dan ternak kini dapat diserap langsung, membuat ruang permainan harga menjadi semakin sempit.
“Petani dan peternak sekarang punya lebih banyak alternatif penjualan. Produk mereka bisa langsung dibeli SPPG, sehingga spekulan tidak lagi leluasa mengatur harga,” ujar Harryadin.
Di sisi lain, operasional SPPG tetap berjalan selama masa libur sekolah. Distribusi makanan bergizi kepada penerima manfaat tetap dilakukan sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga pemenuhan gizi anak-anak tanpa terputus oleh kalender pendidikan.
Pandangan serupa disampaikan Guru Besar Ilmu Politik dan Humaniora Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Sri Yunanto. Ia menanggapi tudingan bahwa penyaluran MBG saat libur sekolah hanya bertujuan menghabiskan anggaran negara.
Sri menilai pandangan tersebut keliru dan terlalu sempit, karena pemenuhan gizi merupakan investasi jangka panjang dalam pembangunan sumber daya manusia. “Intervensi gizi tidak boleh berhenti hanya karena libur sekolah. Ini bagian dari upaya menyiapkan generasi menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Selain berdampak pada sektor pangan, MBG juga membuka peluang kerja bagi ratusan ribu orang yang terlibat langsung di dapur SPPG. Program ini menjadi sumber penghidupan baru dan berkontribusi pada perputaran ekonomi lokal.
“Manfaatnya tidak hanya dirasakan penerima makanan, tapi juga para pekerja dan relawan SPPG. Ini benar-benar menggerakkan ekonomi,” tambah Harryadin.
Hingga 24 Desember 2025, tercatat sebanyak 17.555 SPPG beroperasi di 38 provinsi dan telah melayani lebih dari 50 juta penerima manfaat. Total tenaga kerja yang terlibat langsung mencapai 741.985 orang.
Salah satu relawan yang merasakan langsung dampak program ini adalah Maria Sudilaksana Mega (42), relawan SPPG Khusus Tangerang Selatan. Ibu tunggal yang tengah mengandung enam bulan tersebut mengaku kehidupannya sangat terbantu setelah bergabung sebagai relawan.
Ia bertugas sebagai juru racik yang menyiapkan bumbu dan bahan makanan. Bersama 46 relawan lainnya, Mega ikut memproduksi sekitar 3.300 porsi makanan bergizi setiap hari.
Bagi Mega, MBG bukan sekadar program pemerintah, melainkan penopang nyata untuk mempertahankan kehidupan keluarga dan memastikan anak-anaknya tetap bisa bersekolah di tengah kondisi sulit.














