JAKARTA, Cobisnis.com – Tim relawan menemukan satu jasad orangutan tapanuli yang terkubur lumpur dan tumpukan kayu setelah banjir dan longsor menghantam kawasan pegunungan di Sumatra. Temuan ini menambah kekhawatiran atas kondisi habitat dan keselamatan satwa langka tersebut.
Jasad orangutan ditemukan dalam kondisi rusak, diduga akibat terseret arus kuat saat banjir bandang. Luka pada tubuhnya mengindikasikan proses pembusukan yang sudah berlangsung beberapa hari. Lokasi ditemukannya bangkai berdekatan dengan area yang sebelumnya mengalami longsor besar.
Sebelum bencana, kawasan itu dikenal sebagai salah satu titik aktivitas orangutan tapanuli. Warga dan pegiat konservasi sering melihat satwa tersebut mencari makan di lereng hutan. Namun setelah banjir dan longsor besar, suara satwa hampir tidak lagi terdengar.
Para relawan menyebut temuan jasad ini sebagai sinyal awal bahwa bencana tersebut kemungkinan menewaskan lebih banyak individu. Jenis ini merupakan primata paling langka di dunia, dengan populasi yang diperkirakan kurang dari 800 ekor. Setiap kehilangan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan spesies.
Pemantauan awal menggunakan citra satelit menunjukkan ribuan hektare tutupan hutan di lereng gunung rusak akibat longsor. Luas area terdampak diperkirakan mencapai lebih dari 7.000 hektare, dan sebagian besar merupakan hutan primer yang menjadi habitat orangutan tapanuli.
Ahli konservasi menilai kerusakan sebesar itu bisa menghancurkan wilayah jelajah puluhan individu. Jika mereka terjebak saat longsor terjadi, peluang untuk bertahan hidup sangat kecil. Kondisi tersebut memperkuat kekhawatiran bahwa populasi orangutan tapanuli semakin tertekan.
Kerusakan habitat ini juga berdampak pada primata lain seperti gibbon, serta satwa besar lain di Sumatra. Banjir dan longsor turut memutus jalur jelajah satwa, merusak pohon pakan, dan mengubah struktur hutan dalam waktu singkat.
Selain rusaknya alam liar, sejumlah pusat penelitian dan monitoring satwa di Sumatra juga terdampak bencana. Beberapa fasilitas yang selama ini menjadi lokasi pemantauan perilaku orangutan mengalami kerusakan berat sehingga kegiatan konservasi terhambat.
Banjir dan longsor yang meluas di sejumlah wilayah Sumatra telah menewaskan lebih dari 900 orang. Namun dampaknya pada satwa liar diperkirakan tidak kalah besar, terutama bagi spesies yang populasinya sudah sangat terbatas.
Temuan bangkai orangutan ini dipandang sebagai bukti nyata bahwa bencana alam semakin mempercepat krisis konservasi. Para pegiat lingkungan mendesak adanya investigasi menyeluruh terhadap kerusakan hutan dan perlindungan habitat yang lebih ketat.














