JAKARTA, Cobisnis.com – Larangan media sosial bagi anak di bawah 16 tahun yang diberlakukan Australia sejak Rabu lalu langsung memicu beragam respons dari para remaja. Hanya berselang satu hari sejak aturan berlaku, banyak anak di bawah umur sudah kembali aktif di platform favorit mereka seperti Snapchat, TikTok, dan Instagram seringkali dengan menggunakan akun baru atau meminjam identitas orang dewasa untuk melewati verifikasi usia. Trik ini mirip dengan yang pernah dilakukan remaja Inggris saat negara tersebut menerapkan Online Safety Act.
Lucy Brooks, seorang pemandu sorak berusia 14 tahun, sempat kehilangan akses ke Instagram dan beberapa teman di Snapchat. Namun keesokan harinya mereka kembali setelah membuat akun baru, bahkan ada yang memakai foto orang tua atau kerabat. Beberapa remaja bahkan menggunakan gambar AI untuk menyerupai orang dewasa demi melewati sistem verifikasi usia. Perusahaan verifikasi menyebut mereka dapat mendeteksi pola penggunaan akun meskipun pemiliknya lolos pemeriksaan, sehingga belum jelas berapa lama akun-akun “abal-abal” itu akan bertahan.
Pada hari peluncuran regulasi, Perdana Menteri Anthony Albanese menggelar barbeku di kediamannya bersama para orang tua korban cyberbullying dan aktivis yang mengkampanyekan perlindungan anak dari risiko eksploitasi online. Sydney Harbour Bridge bahkan diterangi warna hijau-kuning dengan slogan kampanye “Let Them Be Kids.” Namun di bawah jembatan itu, empat remaja 15 tahun yang ditemui CNN mengaku akun mereka tetap aman karena sejak awal sudah mendaftarkan usia palsu. Bagi mereka, kehilangan Snapchat lebih menakutkan daripada TikTok karena platform tersebut memudahkan komunikasi tanpa bertukar nomor telepon.
Sementara itu, pendiri 6 News, Leo Puglisi (18), menyatakan larangan ini tidak efektif. Adiknya yang masih di bawah 16 tahun tetap bisa mengakses media sosial tanpa perlu trik apa pun. Puglisi, yang memulai karier jurnalistiknya pada usia 11 tahun, khawatir aturan ini akan menghambat kreativitas generasi muda. Kekhawatiran serupa juga diungkapkan Lucas Lane (16), pengusaha muda pemilik Glossy Boys, bisnis cat kuku yang berkembang melalui Instagram dan TikTok. Ia menilai pendidikan digital dan pembatasan waktu jauh lebih efektif daripada larangan penuh.
Larangan ini juga tengah digugat melalui dua jalur hukum, termasuk oleh Reddit yang menilai regulasi tersebut mengancam privasi dan kebebasan berekspresi. Di sisi lain, beberapa remaja mulai membicarakan platform alternatif seperti Yope dan Coverstar yang mengklaim lebih aman. Namun banyak pula yang mengaku tetap dapat menggunakan akun asli mereka tanpa gangguan. Shar, seorang penyanyi muda berusia 15 tahun, mengatakan seluruh akunnya tetap aktif meskipun menggunakan tanggal lahir sebenarnya. Ia terkejut bahwa tidak ada penegakan signifikan meski pemerintah memberi perhatian besar pada larangan ini.
Meski sebagian remaja bisa kembali online, masih ada kecemasan mengenai kemungkinan akun mereka mendadak hilang. Lucy dan teman-temannya khawatir akan kehilangan foto dan pesan pribadi yang sudah lama tersimpan. Mereka juga bingung harus berbuat apa jika akun benar-benar dibekukan. Lucy sendiri berharap pembatasan ini bekerja, karena ia mengakui anak-anak memang terlalu sering menggunakan media sosial. Namun ia juga menyadari bahwa larangan total sulit berhasil. Menurutnya, pembatasan waktu satu hingga dua jam per hari mungkin jauh lebih masuk akal.














