JAKARTA, Cobisnis.com – Presiden Donald Trump tahun depan berjanji akan menyalurkan cek rabat tarif senilai $2.000, memunculkan harapan bagi jutaan warga Amerika yang tengah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Trump mengatakan pemerintah telah mengumpulkan ratusan miliar dolar dari tarif dan berencana menyalurkannya sebagai dividen kepada warga berpenghasilan menengah dan moderat.
Namun, para ahli menilai langkah itu sangat kecil kemungkinannya terjadi. Mereka menyatakan bahwa pemerintah federal hampir tidak mungkin mengirimkan cek $2.000 tahun depan kecuali perekonomian Amerika tampak berada di ambang resesi besar. Di platform prediksi Polymarket, peluang program dividen tarif tercapai sebelum 31 Maret hanya 11%.
Salah satu hambatan terbesar adalah ketidaksesuaian antara pemasukan tarif dan biaya program. Menurut Tax Foundation, tarif baru diperkirakan menghasilkan $158,4 miliar pada 2025 dan $207,5 miliar pada 2026. Namun simulasi biaya menunjukkan bahwa skema pembagian dividen apa pun akan menghabiskan lebih banyak dari pemasukan tersebut. Dalam satu skenario, biaya mencapai $279,8 miliar lebih tinggi $121 miliar dari pemasukan tarif. Skenario termahal bahkan mencapai $606,8 miliar.
Hambatan lain adalah politik. Kongres harus menyetujui program ini, dan para anggota Partai Republik yang fokus pada pengurangan defisit kemungkinan tidak akan mendukung pengeluaran tambahan ratusan miliar dolar. Utang nasional AS sendiri telah mencapai $38 triliun.
Para ekonom juga memperingatkan bahwa cek stimulus dapat memperburuk inflasi. Meskipun banyak warga akan menggunakan uang tersebut untuk bayar utang, lainnya mungkin membelanjakannya, menaikkan permintaan dan menekan harga ke atas. Pengalaman pandemi menunjukkan bahwa stimulus besar-besaran, termasuk cek tahun 2020 dan 2021, berkontribusi pada inflasi tertinggi dalam empat dekade.
Tak hanya itu, menggunakan pendapatan tarif untuk membiayai dividen dapat menimbulkan kekhawatiran pasar obligasi dan memicu kenaikan suku bunga Treasury, sehingga membuat kredit semakin mahal bagi rumah tangga dan bisnis kecil.
Dari sisi hukum, Mahkamah Agung juga tampak skeptis terhadap penggunaan kewenangan darurat untuk menerapkan tarif global. Tax Foundation memperkirakan tarif yang berpotensi dibatalkan mencapai sekitar 75% dari pendapatan tarif baru.
Karena banyaknya hambatan, para ekonom Wall Street tidak mengandalkan kehadiran cek $2.000 tersebut. Namun, satu alasan “menakutkan” memungkinkan rencana itu menjadi kenyataan: jika kondisi ekonomi memburuk tajam. Jika pengangguran melonjak dan resesi tampak tak terhindarkan, pemerintah mungkin menganggap pembayaran langsung sebagai langkah darurat.














