JAKARTA, Cobisnis.com – Pemerintah Indonesia tengah mengkaji kebijakan penerapan bahan bakar campuran bioetanol 10% atau E10 sebagai langkah strategis menuju kemandirian energi. Kebijakan ini menjadi bagian dari peta jalan transisi energi nasional untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bensin serta menekan emisi karbon di sektor transportasi.
Inisiatif tersebut mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo Subianto, yang menegaskan pentingnya memanfaatkan sumber daya domestik untuk memperkuat ketahanan energi. Menurutnya, pengembangan bioetanol berbasis tebu dan singkong akan menciptakan nilai tambah bagi sektor pertanian sekaligus memperluas lapangan kerja di daerah.
Program E10 ini dirancang untuk melengkapi keberhasilan Indonesia dalam implementasi Biodiesel B35, yang telah terbukti mengurangi impor solar dan mendukung harga minyak sawit. Dengan menambah bioetanol ke dalam bensin, pemerintah ingin menciptakan keseimbangan antara ketahanan energi fosil dan energi hijau.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, uji teknis pencampuran bioetanol telah dilakukan di sejumlah kilang milik Pertamina. Pemerintah juga menyiapkan peta produksi etanol nasional untuk memastikan pasokan bahan baku tetap stabil dan tidak mengganggu rantai pangan.
Secara ekonomi, kebijakan ini diproyeksikan menghemat devisa hingga miliaran dolar AS per tahun jika impor bensin bisa ditekan. Di sisi lain, permintaan etanol akan menjadi insentif bagi industri kimia, energi, dan pertanian yang selama ini masih bergantung pada ekspor bahan mentah.
Pemerintah menilai bahwa investasi baru di sektor bioenergi berpotensi menyerap ribuan tenaga kerja. Pembangunan pabrik etanol di sentra tebu seperti Jawa Timur, Lampung, dan Sulawesi diperkirakan menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi daerah.
Namun, pemerintah juga menyadari sejumlah tantangan implementasi, mulai dari keterbatasan kapasitas produksi etanol hingga kebutuhan infrastruktur pencampuran yang merata. Karena itu, koordinasi lintas kementerian antara ESDM, Pertanian, dan BUMN akan menjadi kunci keberhasilan tahap awal program E10.
Dalam konteks lingkungan, kebijakan ini diharapkan menekan emisi karbon secara signifikan. Campuran bioetanol 10% dapat mengurangi emisi hingga 7–10% per liter bahan bakar dibanding bensin murni, sekaligus mendukung komitmen Indonesia terhadap target Net Zero Emission 2060.
Pemerintah menargetkan tahap uji coba penuh kebijakan E10 dapat dimulai pada 2026, sebelum diterapkan secara nasional. Tahapan awal difokuskan pada wilayah dengan infrastruktur distribusi bahan bakar yang sudah siap, seperti Pulau Jawa dan Sumatera.
Langkah menuju bahan bakar campuran bioetanol ini menunjukkan arah kebijakan energi Indonesia yang semakin inklusif dan berkelanjutan. Dengan dukungan politik dari Presiden Prabowo, pemerintah berharap kebijakan ini bisa memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang mandiri dan berdaulat di sektor energi.














