Cobisnis.com-Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dr Reisa Broto Asmoro mengungkapkan bahwa jumlah kekerasan berbasis gender meningkat hingga 75 persen selama pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia.
Meski tidak dijelaskan secara rinci berapa jumlah kejadian kasus kekerasan berbasis gender ini, namun Reisa menekankan bahwa korban kekerasan harus melalukan konseling untuk membantu proses penyembuhan trauma.
Kekerasan berbasis gender yang dimaksud Reisa tidak hanya mencakup kekerasan seksual saja, namun juga kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, hingga penelantaran termasuk ancaman, paksaan dan berbagai bentuk lain yang merampas kebebasan.
Dari 14.719 kasus kekerasan yang dicatat oleh Komnas Perempuan sepanjang 2020 ini, 75,4 persen terjadi di ranah privat, 24,4 persen terjadi di ranah komunitas, dan 0,08 persen di ranah negara. Ranah privat yang dimaksud, bisa berupa rumah tangga, atau lingkungan pertemanan termasuk masa pacaran.
Selain itu, berdasarkan catatan Komnas Perempuan, dari 14.719 kasus kekerasan terhadap perempuan, 5.548 di antaranya merupakan kekerasan fisik, 2.123 merupakan kekerasan psikis, 4.898 merupakan kekerasan seksual, 1.528 merupakan kekerasan ekonomi, dan 6010 kekerasan oleh buruh migran dan traficking.
“Mengapa kekerasan gender harus diperhatikan secara serius? Karena pihak korban tidak seharusnya dibiarkan hadapi kekerasan ini sendirian. Mereka harus tetap mendapat bantuan dari pihak lain pada masa pandemi ini,” ujar Reisa dalam keterangan pers, di akhir pekan.
Reisa menyampaikan, pemberian layanan konseling dan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan cukup dilematis bagi petugas. Alasannya, petugas tetap harus mempertimbangkan risiko penularan Covid-19.
Mengatasi tantangan ini, ujar Reisa, pelayanan kepada korban kekerasan tetap bisa dilakukan secara online atau daring. Korban kekerasan tetap bisa melaporkan kejadian yang dialaminya melalui pos pengaduan yang berada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Komnas Perempuan atau layanan aduan di bawah Pemprov DKI Jakarta.
“Pancatatan semua dokumen dan penanganan korban dilakukan secara daring. Bagi korban, dapatkan bantuan dari orang terpercaya yang dapat memberikan dukungan, dan keluar dari situasi kekerasan,” kata Reisa.
Selain itu, Kementerian PPPA juga bekerja sama dengan Dana Penduduk PBB (UNFPA) menyusun protokol penanganan kasus kekerasan berbasis gender di tengah pandemi Covid-19. Prinsipnya, Reisa menekankan, korban kekerasan harus tetap mendapat pertolongan dan perlindungan.
“Sehingga korban tetap terlayani dan lembaga penyedia layanan tetap bisa berikan pendampingan. Protokol ini diadopasi dari panduan penanganan kekerasan berbasis gender yang disusun DKI Jakarta, lembaga swadaya masyarakat, penyedia layanan bersama KemenPPPA dan UNFPA,” katanya