JAKARTA, Cobisnis.com – Polisi berhasil menangkap seorang pria berinisial RDH alias AD (24) yang diduga mengedarkan uang palsu di wilayah Jebus, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Penangkapan ini dilakukan hanya beberapa jam setelah laporan masyarakat mengenai transaksi mencurigakan masuk ke pihak kepolisian.
Kapolres Bangka Barat AKBP Pradana Aditya Nugraha menyebut, pelaku mencetak uang palsu menggunakan printer di Palembang, Sumatera Selatan, sebelum membawanya ke Bangka untuk diedarkan. Modus ini menunjukkan bahwa peredaran uang palsu tidak hanya mengandalkan jaringan besar, tetapi juga bisa dilakukan dengan teknologi sederhana.
Kasus ini terungkap berawal dari laporan masyarakat terkait transaksi menggunakan uang palsu di sebuah toko ayam goreng di Kecamatan Parittiga. Laporan cepat ini menjadi pintu masuk aparat untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Respons masyarakat menjadi kunci penting dalam menekan potensi kerugian ekonomi akibat peredaran uang tidak sah.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Unit Reskrim Polsek Jebus bergerak cepat dan menemukan keberadaan pelaku di Dusun Bukit Rantau (PTL), Desa Kelabat. Pada pukul 22.00 WIB, aparat berhasil mengamankan RDH tanpa perlawanan. Pelaku kemudian dibawa ke Mapolsek Jebus bersama sejumlah barang bukti yang berhasil diamankan.
Dari tangan RDH, polisi menyita delapan lembar uang palsu pecahan Rp100.000. Selain itu, ditemukan pula uang asli dari berbagai pecahan dengan total Rp3,5 juta. Uang asli ini diduga merupakan hasil dari transaksi menggunakan uang palsu yang sudah berhasil dilakukan pelaku.
Kasus peredaran uang palsu semacam ini memiliki implikasi langsung terhadap stabilitas pasar. Jika uang palsu beredar luas, daya beli masyarakat bisa terdistorsi, pedagang dirugikan, dan kepercayaan terhadap transaksi tunai menurun. Dampaknya bisa meluas hingga ke sektor perbankan yang harus meningkatkan kewaspadaan.
Kapolres Bangka Barat menegaskan bahwa penyelidikan masih berlanjut untuk mengetahui jumlah pasti uang palsu yang sudah beredar di masyarakat. Ia juga tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam jaringan ini. Penegakan hukum yang cepat diharapkan mampu memutus rantai distribusi uang palsu.
Dalam konteks ekonomi daerah, kasus ini memberi sinyal pentingnya penguatan literasi keuangan di tingkat masyarakat. Pedagang kecil, terutama UMKM, perlu lebih waspada dalam memeriksa keaslian uang karena mereka kerap menjadi sasaran pertama peredaran uang palsu.
Peredaran uang palsu tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga merugikan perekonomian daerah. Jika tidak ditangani serius, kasus ini bisa mengganggu aktivitas perdagangan harian, terutama di pasar tradisional yang masih banyak menggunakan uang tunai sebagai alat transaksi utama.
Polisi mengimbau masyarakat untuk melaporkan segera jika menemukan uang yang dicurigai palsu. Kesigapan masyarakat menjadi faktor kunci agar peredaran uang ilegal tidak semakin meluas dan menekan stabilitas ekonomi lokal. Kasus RDH menjadi contoh nyata bahwa kerja sama masyarakat dan aparat mampu mempersempit ruang gerak tindak kejahatan ekonomi.














