JAKARTA, COBISNIS.COM – Indonesia kini telah menjadi salah satu dari 13 negara mitra baru dalam aliansi kerja sama ekonomi penting dunia, BRICS. Menteri Luar Negeri Sugiono menyampaikan bahwa Indonesia bahkan berencana untuk menjadi anggota penuh dalam aliansi yang kini beranggotakan sembilan negara, termasuk Rusia dan China. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edi Prio Pambudi, menilai langkah tersebut sesuai dengan prinsip politik luar negeri Indonesia, yaitu bebas aktif.
Edi menjelaskan bahwa prinsip kebebasan tersebut tidak berarti netralitas, tetapi memberikan kebebasan kepada Indonesia untuk berada di pihak mana pun yang mendukung kepentingan nasionalnya. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa rencana Indonesia untuk bergabung ke BRICS tidak akan mengurangi fokus pemerintah dalam proses aksesi keanggotaan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), karena karakteristik kedua organisasi tersebut berbeda.
OECD, menurut Edi, adalah organisasi internasional yang berfokus pada standar perekonomian bagi negara-negara anggotanya, sementara BRICS merupakan forum yang mendorong kerja sama nyata antar anggota. Ia juga mengklarifikasi bahwa OECD bukanlah blok perdagangan, melainkan lebih sebagai lembaga acuan bagi standar ekonomi internasional. Dengan bergabung ke BRICS, lanjut Edi, Indonesia tidak bermaksud untuk “berpihak” pada kelompok tertentu, melainkan untuk mendukung efisiensi ekonomi global melalui kerja sama multilateral, seperti transaksi mata uang lokal (LCT).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Sugiono menegaskan bahwa bergabungnya Indonesia dengan BRICS mencerminkan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Sugiono menekankan bahwa keikutsertaan Indonesia di BRICS bukan berarti bergabung dengan kubu tertentu, melainkan sebagai bentuk partisipasi aktif di berbagai forum internasional.
Sugiono juga menjelaskan langkah-langkah yang akan diambil untuk memperkuat kerja sama BRICS dengan negara-negara berkembang. Pertama, BRICS akan mendukung hak pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara berkembang, termasuk menyediakan ruang kebijakan yang memadai. Ia menekankan bahwa negara-negara maju perlu memenuhi komitmen mereka dalam aspek ini. Kedua, Sugiono menyoroti pentingnya reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif dan representatif, serta mengimbau institusi internasional untuk dilengkapi sumber daya yang cukup guna menjalankan mandatnya.
Terakhir, Sugiono menyatakan bahwa BRICS diharapkan menjadi kekuatan yang mampu mempererat persatuan dan solidaritas negara-negara berkembang, atau dikenal sebagai Global South. Kementerian Luar Negeri, melalui rilis resminya, menyatakan bahwa BRICS dapat menjadi perekat dalam memperkuat kerja sama antarnegara berkembang di dunia.