JAKARTA, COBISNIS.COM – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) secara resmi memblokir aplikasi marketplace Temu, yang berasal dari China. Langkah tersebut diambil karena aplikasi ini tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, mengungkapkan bahwa tindakan tersebut adalah respons cepat terhadap keresahan masyarakat, terutama para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tanah air.
Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya melakukan pemblokiran terhadap aplikasi Temu sebagai bentuk perlindungan terhadap para pelaku UMKM dari serbuan produk asing. Menurutnya, produk asing yang dijual melalui platform daring maupun luring (offline) saat ini mengancam kelangsungan produk lokal. Pemblokiran Temu diharapkan dapat memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang tanpa tekanan dari produk impor yang seringkali dijual dengan harga sangat murah.
Selain itu, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, juga turut menyarankan agar aplikasi marketplace Temu dilarang beroperasi di Indonesia. Febri menyampaikan bahwa platform tersebut dapat berdampak buruk bagi industri dalam negeri, terutama yang terkait dengan produksi barang. Ia mengingatkan bahwa jika aplikasi ini terus beroperasi, hal tersebut bisa mengganggu produksi lokal, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam pernyataannya, Febri menegaskan bahwa aplikasi yang merugikan industri dalam negeri sebaiknya dilarang. Ia juga menekankan pentingnya melindungi sektor industri yang tengah berkembang agar tidak terkena dampak negatif dari keberadaan platform seperti Temu. Menurut Febri, keberadaan aplikasi seperti ini tidak hanya mengancam UMKM tetapi juga industri dalam negeri secara lebih luas.
Aplikasi Temu sendiri adalah platform marketplace yang menyediakan layanan jual-beli barang secara online, mirip dengan platform e-commerce lainnya seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop. Pengguna aplikasi ini dapat menemukan berbagai produk mulai dari aksesori mobil, pakaian, hingga peralatan rumah tangga. Meskipun menawarkan layanan serupa dengan platform lain, Temu dikenal dengan penawaran harga yang jauh lebih murah, yang menjadi daya tarik bagi konsumen.
Namun, keberadaan Temu tidak hanya mendapatkan penolakan di Indonesia. Beberapa negara di Eropa juga mulai menyoroti operasional aplikasi ini. Di benua tersebut, Temu dianggap menerapkan praktik manipulatif dalam sistem jual belinya. Salah satu taktik yang diidentifikasi adalah upselling, di mana pengguna secara tidak sadar diarahkan untuk membeli produk yang lebih mahal atau dalam jumlah lebih banyak dari yang mereka inginkan.
Organisasi Konsumen Eropa (BEUC) mencatat bahwa selain upselling, Temu juga menggunakan taktik lain yang merugikan konsumen, seperti kesulitan dalam menutup akun pengguna. BEUC juga menyoroti kurangnya transparansi dalam sistem rekomendasi produk yang digunakan oleh Temu. Hal ini dinilai melanggar beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Layanan Digital (Digital Services Act/DSA) yang berlaku di wilayah Eropa.
Kritik terhadap Temu semakin menguat dengan adanya kekhawatiran terkait dampak negatif aplikasi tersebut terhadap konsumen dan pasar lokal di beberapa negara. Praktik yang dilakukan oleh Temu dinilai merugikan banyak pihak, terutama di sektor UMKM dan industri kecil.