JAKARTA,Cobisnis.com – Sejarah dan peradaban transportasi di Indonesia ditandai dengan hadirnya kereta cepat Jakarta Bandung. Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung harus selesai, sehingga dapat memberikan manfaat. Kereta cepat adalah masa depan transportasi di Indonesia, meski menuai kontroversi.
Pro kontra pembangunan perkeretaapian di Indonesia tidak hanya terjadi sekarang, namun juga terjadi di masa Kolonial Pemerintah Hindia Belanda ketika akan membangun perkeretapian di Pulau Jawa 150 tahun yang lalu (pertengahan abad 19). Terjadi perdebatan yang cukup lama di kalangan akademisi dan pejabat Pemerintah Hindia Belanda baik yang berada di Indonesia maupun di Belanda (lebih 25 tahun) sebelum memutuskan pencangkulan pertama pada 17 Juli 1864 di Semarang. Terlebih sebelumnya sudah terbangun Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) sepanjang 1.000 kilometer (621 mil) di Jawa yang membentang dari Anyer (Banten) hingga Panarukan (Jawa Timur) atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36, Herman Willem Daendels (1808-1811).
Demikian pula halnya pembangunan MRT Jakarta dan LRT Jabodetebek terjadi pro dan kontra. Perdebatan itu tidak terjadi Indonesia, namun juga di banyak negara. Mungkin hanya di Negara China tidak terjadi pro dan kontra, karena sistem politik negaranya tidak memberikan ruang diskusi berkepanjangan.
Apalagi pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang prosesnya begitu cepat tanpa perencanaan yang matang. Tentunya pasti akan semakin memperuncing perdebatan itu. Biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun atau membengkak Rp 27,09 triliun. Agar tidak terlalu besar pembengkakan, perlu upaya untuk menguranginya, misalnya penggunaan SDM dapat menggunakan SDM PT KAI yang sudah ada. Namun masih perlu dilakukan pelatihan khusus menyangkut operasional dan perawatan kereta cepat.
Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2023. Setidaknya ada tiga alasan kenapa Pemerintah RI memilih China ketimbang Jepang, yaitu janji tanpa APBN, tanpa jaminan pemerintah, dan terbuka soal teknologi. Namun dalam perjalanannya ada biaya tambahan.
Keinginan awal Presiden Joko Widodo, pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Bandung tidak dibiayai oleh negara melalui APBN. Proyek yang semula murni pembiayaan didanai oleh badan usaha (BUMN) kini bisa didanai dari APBN. Kendati melalui mekanisme Penanaman Modal Negara (PMN) dan yang membayar adalah para BUMN (PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga dan PT Perkebunan Nusantara atau PTPN VIII)
Harapannya murni bisnis swasta, sehingga tidak membebani APBN, mengingat kebutuhan pembangun infrastruktur di luar Jawa sangat membutuhkan anggaran yang sangat besar. Namun, apa mau dikata, pandemic covid-19 telah menurunkan sektor perekonomian dunia. Dan berdampak pada kelangsungan pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung.
Di banyak negara, kehadiran kereta cepat untuk mengalihkan pengguna pesawat terbang. Stasiun pemberangkatan dan kahir terletak di pusat kota, bukan pinggiran kota.
Kemajuan pekerjaan
Kereta Cepat Jakarta-Bandung dibangun sepanjang 142,3 km yang terdiri 13 terowongan (tunnel), pemotongan (cutting) 19,2 km (13,5 persen), tanggul (embankment) sepanjang 23,58 km (16,6 persen), terowongan (tunnel) sepanjang 16,82 km (11,8 persen) dan konstruksi melayang (elevated) sepanjang 82,7 km (58,1 persen).
Data dari PT KCIC, hingga 25 November 2022 construction progress mencapai 81,66 persen dan investment progress 91,40 persen. Pekerjaan jembatan 97,27 persen, subgrade 80,57 persen dan terowongan 99,48 persen. Sementara Sta. Halim 73,87 persen, Sta. Karawang 71,55 persen, Sta. Padalarang 11,19 persen, Sta. Tegalluar 85,20 persen dan Depo Tegalluar 75,79 persen.
Nantinya, kecepatan kereta cepat selama operasional 350 km per jam. Ditempuh selama 36-45 menit. Menggunakan lebar sepur (rel ganda) 1.435 mm. Satu rangkaian (trainset) terdiri dari 8 kereta (cars). Saat ini sudah hadir 3 train set.
Konsesi dan proses di China
Melihat masa lalu era Pemerintah Hindia Belanda. Konsesi pembangunan perkeretaapian ratai-rata diberikan pada swasta selama 99 tahun. Terakhir konsesi berakhir tahun 2009 untuk lintas KA Purwokerto-Wonosobo. Walau di tahun 1970an sudah tidak beroperasi lagi hingga sekarang.
Belajar dari China dengan daratan (continental) yang cukup luas, salah satu tulang punggung (backbone) transportasi sebagai penggerak ekonomi mereka adalah konektifitas melalui Kereta Cepat, bukan jalan tol atau pesawat terbang. Setelah kereta cepat di China berjalan, mereka pindahkan transportasi barang pakai kereta konvensional, sehingga jalur transportasi barang dan orang benar-benar terpisah, dan frekuensi logistik bisa tinggi dan bersaing.
Kekuatan China ada di teknologi (riset and development) dan manajemen logistik yang terencana dan dapat diimplementasi atau dieksekusi dengan baik. Selain itu, urusan tanah untuk proyek kereta cepat ditangani Pemerintah Daerah (tanah yang dibebaskan Pemda jadi saham Pemda). Jika ada masalah hukum pertanahan hanya perlu waktu singkat di pengadilan (tidak lebih 1 minggu). China (pemerintah pusat) sudah menyiapkan dulu masterplannya. Untuk urgensi pengembangan jalur-jalur kereta cepat tidak hanya peran pusat atau company (china railways), akan tetapi ada juga masukan pertimbangan dari pemda.
Kontribusi Kereta Cepat Jakarta Bandung
PT KCIC menjabarkan beberapa kontribusi Proyek KCJB terhadap negara. Pertama, kontribusi terhadap penerimaan negara sampai dengan September 2022 total adalah sebesar Rp 6,7 triliun, terdiri (a) setoran kewajiban pajak (PPN, PPh, BPHTB, PBB) sebesar Rp 5,1 triliun, (b) pembayaran lahan Halim sebesar Rp 1,2 triliun, (c) Pembayaran sewa barang milik negara (BMN) untuk lahan rumija sebesar Rp 436,8 miliar (Rp 0,4 triliun). Estimasi kontribusi sampai dengan COD Juni 2023 sebesar Rp 11,1 Triliun.
Kedua, hasil pre-assessment Sucoffindo tahun 2018-2019, mengestimasikan local purchase sebesar 69,7% dan foreign purchase sebesar 30,3 persen. Perhitungan internal KCIC berdasarkan realisasi pembayaran EPC per September 2022, serapan local purchase EPC (belanja dalam negeri, termasuk pembelian material luar negeri yang dibeli di dalam negeri) pada Proyek KCJB mencapai lebih kurang 86 persen dari kontrak EPC. Hal itu akan berdampak pada pergerakan ekonomi masyarakat.
Ketiga, pengadaan lahan pada proyek pembebasan lahan seluas 7,6 juta meter persegi ditanggung sepenuhnya oleh PT KCIC sendiri dengan total biaya mencapai
US$ 1,06 milyar dolar atau ekuivalen dengan Rp 15,6 triliun (kurs
14.500/US$). Lahan ini nantinya akan diserahkan kepada negara setelah
masa konsesi berakhir.
Keempat, rencana serapan Tenaga Kerja Lokal (TKL) berbandingkan dengan tenaga Kerja Asing (TKA) pada FS 2017 sebesar 1:4. Realisasi serapan saat ini mencapai 1:7 (2.010 TKA: 13.477 TK Lokal).
Prediksi penumpang dan aksesibilitas
Pemkab. Karawang, Pemkab, Bandung dan Pemkot. Bandung harus menyiapkan fasilitas angkutan umum dari kawasan perumahan dan pemukiman melewati ke stasiun. Aksesibilitas dan kelanjutan perjalanan hingga mendekati perumahan dan pemukiman akan menjadi kunci keberhasilan penumpang kereta cepat.
Kota Bandung sudah dibantu Kemenhub mengoperasikan 5 koridor Bus Trans Metro Pasundan dengan skema pembelian layanan (buy the service). Mulai tahun 2023 akan dibangun jaringan Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Bandung bantuan Kemenhub dan Bank Dunia.
Hasil perhitungan Polar UI (2021) diasumsikan 11 persen yang beralih, estimasi penumpang per hari 29.140 penumpang per hari dan tahun 2023 diperkirakan 31.215 penumpang per hari. Asumsi dari pihak China 25 persen berdasarkan pengalaman pada operasi kereta cepat Beijing-Tianjin yang memiliki profil proyek dan tipikal ekonomi wilayah yang mirip.
Proyeksi shifting total 29.140 orang (259.495 orang) dari kendaraan 15.135 orang (134.774 orang), kereta 886 orang (7.890 orang) dan minibus 13.120 orang (116.829 orang).
Rangkaian Kereta Cepat Jakarta Bandung yang kelas ekonomi cukup nyaman. Semoga dengan adanya manejemen tiket yang membagi kelas eksekutif, bisnis, dan ekomomi dapat meningkatkan jumlah penumpang. Selain itu, pilihan tarif yang akan dikenakan disesuaikan dengan kondisi waktu operasi di hari biasa (weekday) atau akhir pekan (weekend) atau liburan.