JAKARTA, Cobisnis.com – Buah pemikiran penting dari RA Kartini, yang menjadikannya ikon dari pemberdayaan perempuan Indonesia adalah bagaimana perempuan bisa memiliki kesempatan yang sama dalam menjalani peran dan meraih mimpi yang dicita-citakan. Perjuangan Kartini nyatanya masih perlu untuk terus kita lanjutkan bersama.
Sosok peternak perempuan asal Jawa Barat berusia 40 tahun, Nenih, sayangnya belum sempat memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan terbaik. Sejak kecil, ayahnya telah meninggal dunia, dan sang ibu berjuang seorang diri sebagai peternak sapi perah, membiayai dan membesarkan Nenih dan ke-4 kakaknya. Keterbatasan membuat Nenih hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga Sekolah Dasar.
Dari sang ibu, Nenih belajar arti perjuangan. Pesan dan kecintaan pada ibunya pula, yang memicu Nenih untuk bisa menjadi perempuan yang lebih berdaya. Inilah mengapa, ketika mulai membina rumah tangganya sendiri, Nenih bertekad untuk memampukan diri, agar juga bisa memiliki penghasilan sendiri.
Nenih bersyukur, memiliki suami yang juga mendukung semangatnya ini. Dimulai dari merawat sapi orang lain dengan sistem bagi hasil, pada 2011 Nenih akhirnya berhasil mengumpulkan uang untuk membeli satu sapi perah miliknya sendiri.
Bukan tanpa tantangan, sebagai perempuan dan juga ibu 2 orang anak, Nenih paham betul tanggung jawab yang juga ia harus jalani setiap harinya. Apalagi, sebagai anggota masyarakat, Nenih juga aktif terlibat dalam organisasi kemasyarakatan seperti pengajian dan koperasi peternakan.
“Membagi waktu dan pikiran terkait urusan rumah, kendang dan lingkungan menjadi tantangan yang saya rasakan. Apalagi di awal beternak, saya hanya menjalani usaha sebagaimana saya melihat ibu saya beternak. Sibuk cari rumput, belum kepikiran tentang cara pencatatan atau pembukuan,” uja Nenih.
“Tapi saya gak boleh nyerah, karena saya sudah punya cita-cita untuk bisa kasih anak-anak kesempatan sekolah yang lebih baik dari saya. Saya juga ingin jalanin pesan ibu saya, untuk bisa terus jadi peternak. Jadi saya harus terus maju, tentunya dengan dukungan dari keluarga juga”, tambahnya.
Semangat dan daya juang yang dimiliki Nenih membukakan jalan baginya untuk menimba ilmu peternakan hingga ke Belanda. Menjadi bagian dari inisiatif Dairy Development Program yang diusung Frisian Flag Indonesia, pada 2019, Nenih terbang ke Belanda untuk mempelajari cara mengelola peternakan sapi perah, langsung dari para peternak di Friesland.
Di sana, Nenih menimba ilmu terkait manajemen kandang, pemberian pakan, hingga metode pencatatan yang lebih baik. Memiliki ketertarikan dan keunggulan di bidang pencatatan, menjadi salah satu modal keberhasilan Nenih dalam mengembangkan usaha peternakan sapi perah miliknya.
Usaha yang terus berkembang, memberi berkah dan peningkatan kesejahteraan bagi Nenih dan keluarga kecilnya. Dari hasil usahanya, Nenih kini memiliki rumah yang lebih nyaman, serta kandang yang lebih luas untuk menampung 11 sapi perah miliknya. Lebih dari itu, bersama suami, Nenih berhasil memberikan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anaknya.
Putra pertamanya bahkan saat ini telah berhasil mandiri, dan menjadi anggota koperasi sapi perah di Jawa Barat. Sementara putra keduanya tengah menjalani pendidikan sebagai siswa SMA. Tak hanya untuk keluarga, kebermanfaatan juga terus Nenih tebarkan kepada rekan sesama peternak sapi perah di sekitarnya, dengan membagi ilmu dan pengalaman terkait peternakan yang dimilikinya.
Nenih belum berhenti. Ia masih terus mengejar mimpi, sekaligus memenuhi pesan dari mendiang sang ibu yang dicintai. Saat ini, Nenih tengah menyisihkan pendapatan untuk bisa menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci. Ia juga bermimpi, dapat melakukan regenerasi terkait usaha sapi perah kepada anak-anaknya kelak.
Nenih adalah gambaran Kartini masa kini. Satu dari 1.500 peternak perempuan yang menjadi binaan Frisian Flag Indonesia melalui program Dairy Development Program (DDP) FFI. Sosok pahlawan perempuan, penggerak laju kemajuan keluarga. Nenih tidak sendiri. Sosok-sosok pahlawan kemajuan keluarga juga ditemukan pada peternak perempuan lainnya. Salah satunya Ibu Mita Kopiah.
Kisah dan keseharian dari Ibu Mita, bahkan menginspirasi sutradara perempuan Indonesia, Nia Dinata, untuk menggagas sebuah film pendek, bertepatan dengan momen peringatan 100 tahun kehadiran FRISIAN FLAG® di Indonesia. Kisah yang terinspirasi dari Ibu Mita dapat disaksikan di YouTube Frisian Flag Indonesia.
Program Dairy Development Program (DDP) yang bekerjasama dengan mitra koperasi, menggelar serangkaian pelatihan intensif kepada peternak perempuan Indonesia. Berbagai program pendampingan dan pemantauan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas susu segar dalam negeri, serta turut meningkatkan kualitas dan kesejahteraan para peternak perempuan di Indonesia.
“Dari Teh Nenih, Bu Mita dan sosok-sosok peternak perempuan Indonesia kita belajar, bagaimana perempuan memiliki peran penting dalam memajukan kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Tak hanya itu, melalui perannya sebagai ibu, perempuan juga menjadi sekolah pertama bagi anak, untuk belajar tentang daya juang dan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan,” ujar Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia Andrew F. Saputro.
“Sebagai perusahaan, Frisian Flag berharap untuk dapat terus mendampingi para perempuan di Indonesia untuk dapat terus #MelajuKuatBersama, serta memberikan akses dan kesempatan bagi para peternak perempuan, untuk lebih berdaya dan bermakna bagi sekitarnya,” tambah Andrew.