Cobisnis.com – Hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok tidak hanya direfleksikan dalam kerjasama politik dan ekonomi, tetapi juga sosial kultural. Meski memiliki budaya masyarakat yang sangat berbeda, Indonesia yang merupakan mayoritas penduduk muslim dapat bekerjasama dengan Tiongkok.
“Meski Indonesia mayoritas berpenduduk Islam, tapi mayoritas memiliki pandangan moderat dan setuju dengan ideologi negara, yaitu Pancasila. Sebanyak 81,6% muslim Indonesia setuju dengan Pancasila. Ini merupakan modal dasar yang sangat bagus untuk keutuhan negara,” ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dalam Cross Cultural Dialogue Series 1: Understanding Indonesian Muslims Culture, Sabtu (13/03/2021).
Arief Harsono, Chairman China Indonesia Management Association (CIMA) mengatakan, kerja sama diplomatik antara Indonesia dan Tiongkok telah berlangsung lebih dari 70 tahun. Dan, sejumlah bukti sejarah menunjukkan bahwa orang Tionghoa telah berada di Indonesia sejak dulu dan menjadi bagian dari Republik Indonesia.
“Karena itulah, upaya meningkatkan hubungan baik melalui dialog ekonomi dan perdagangan lintas budaya perlu terus dikembangkan. CIMA didirikan bertujuan untuk memperkuat hubungan antara Indonesia dan Tiongkok untuk berkembang menjadi suatu partnership dalam membangun kemakmuran Asia,” ujar Arief.
Eratnya hubungan diplomatik antara kedua negara terbukti dengan semakin kuatnya kerja sama di bidang perekonomian dan saat masa pandemi. Pada tahun 2020, Tiongkok dikatakan menjadi salah satu investor terbesar di Indonesia dengan nilai investasi mencapai US$ 4,8 milyar. Sementara itu, nilai perdagangan mencapai US$ 78,9 milyar.
Selain itu, Indonesia dan Tiongkok juga akan menjalin kerja sama dari sisi teknologi. Sebagaimana implementasi dari ASEAN-China Year of Digital Economy Cooperation 2020, kerja sama dengan Tiongkok diharapkan dapat lebih mendorong perkembangan e-commerce di Indonesia dan Asia Tenggara.
“Tiongkok dan Indonesia memiliki tujuan untuk share future for mankind. Hal ini terefleksikan dari kerja sama distribusi vaksin, berkontribusi terhadap perubahan iklim, hingga investasi di bidang teknologi seperti artificial intelligence (AI), blockchain, dan Internet of Things (IoT),” ujar Djauhari Oratmangun, Duta Besar RI untuk Republik Rakyat Tiongkok (RTT).
Jack Yao, Secretary General of CCPIT Commercial Sub-Concil mengatakan dengan adanya dialog budaya antara Indoensia dan Tiongkok dapat memperkuat tali persahabatan antar dua negara. Ia memprediksi dalam lima tahun ke depan, hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok, terutama dalam hal perekonomian akan semakin baik.
Dahlan Iskan, Mantan Menteri BUMN Periode 2011-2014 juga turut hadir dalam dialog lintas budaya CIMA. Menurutnya, masih ada sentimen negatif mengenai orang Tionghoa di Indonesia begitu pula sebaliknya. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang politik Tiongkok yang berbasis komunis.
“Hanya sebagian kecil orang Tionghoa yang menjadi anggota komunis. Mayoritas mereka adalah pekerja dan punya agama. Sebaliknya, orang Tionghoa tidak perlu khawatir ke Indonesia karena orang Islam di negara ini sangat toleran. Jadi, kita harus bersama-sama untuk mengikis pemahaman yang tidak tepat antara dua negara,” ujarnya.
Sementara itu, Hermawan Kartajaya Founder dan Chairman MarkPlus, Inc sekaligus Co-Founder CIMA mengatakan, sangat penting untuk memahami sosial kultur dari kedua bangsa, yaitu Indonesia dan Tiongkok. Dengan memahami budaya suatu bangsa dapat memperat hubungan diplomatik antar negara.
“Saya berharap CIMA dapat menjadi medium untuk lebih memahami budaya antar dua negara. Sangat penting untuk memahami sosial kultur dari sebuah budaya. Setelah kita dapat memahami sosial kultur suatu bangsa, kita dapat mengerti lebih baik mengenai hukum dan politik yang berlaku dari negara tersebut,” pungkas Hermawan.
Strategi B2B Marketing untuk Meningkatkan Brand Awareness
JAKARTA, Cobisnis.com – Brand awareness merupakan sebuah keadaan dimana pelanggan mengenali dan menyadari keberadaan sebuah merek. Elemen ini menjadi faktor penting...