JAKARTA, Cobisnis.com – Brigjen Nunung Syaifudin dari Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa 4 stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) di Jakarta, Kota Tangerang, dan Depok telah ditindak karena melakukan pemalsuan Pertamax. Para pelaku menjual bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite yang telah dimodifikasi warnanya sehingga menyerupai Pertamax.
Nunung Syaifudin mengungkapkan bahwa para pelaku menggunakan metode hampir serupa, dengan mencampurkan minyak subsidi jenis Pertalite dengan pewarna biru agar warnanya menyerupai Pertamax, saat berada di markas Bareskrim Polri pada hari Kamis (28/3/2024).
Dalam kasus ini, ada 5 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yang mana mereka bekerja sebagai pengelola, manajer, dan pengawas di SPBU tersebut.
Para tersangka tersebut adalah RHS (49) yang bertugas sebagai pengelola SPBU, AP (37) sebagai manajer, DM (41) sebagai manajer lainnya, serta dua pengawas, yaitu RY (24) dan AH (26). Mereka kemudian menjual Pertalite dengan harga yang seharusnya untuk Pertamax.
Dia menjelaskan bahwa pada setiap pemesanan atau purchase order (PO), digunakan komposisi 10 ribu liter Pertalite dibandingkan dengan 10 ribu liter Pertamax, dan kemudian diberikan zat pewarna sehingga warnanya mirip dengan Pertamax. Selanjutnya, BBM tersebut dijual dengan harga yang seharusnya untuk Pertamax.
Selain itu, dia juga menambahkan bahwa harga Pertalite adalah Rp 10 ribu per liter, sementara harga Pertamax adalah Rp 12.950, sehingga terdapat perbedaan harga hampir Rp 3.000 atau tepatnya Rp 2.950.
Nunung menjelaskan bahwa tersangka RHS telah menjual Pertamax palsu sejak Juni 2022 hingga Maret 2024 di wilayah Tangerang, sedangkan tersangka DM telah melakukan kecurangan di SPBU di kawasan Kebon Jeruk sejak Januari 2023 hingga Januari 2024.
“Diperkirakan dari kecurangan ini, mereka telah memperoleh keuntungan lebih dari 2 miliar rupiah,” katanya.
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 5 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU 2/2002 tentang Cipta Kerja, yang dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 6 miliar.
Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf A UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar.