Cobisnis.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya ditutup menguat pada perdagangan awal pekan, Senin (14/9). Indeks ditutup di level 5.161, naik 145,11 poin atau 2,89%. Pasar ternyata merespon positif kebijakan pengetatan PSBB di DKI Jakarta.
Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin mengatakan pasar memiliki karakter yang selalu menanggapi berita negatif dengan reaksi yang berlebihan atau overreaction. Menurutnya ini bisa disebabkan karena praktik ‘leverage’ atau para investor yang bertransaksi dengan margin yang tinggi. Sehingga mereka harus segera cutloss ketika market mendapatkan berita buruk. “Aksi jual sejak kickoff awal ini yang kemudian menyebar, lalu diikuti oleh pelaku pasar yang lain. Secara ekonomi ini dijelaskan oleh Keynes sebagai kondisi emosi, ‘animal spirits’, yang dipicu oleh ketakutan atau fear,” ujar Ferry hari ini di Jakarta.
Karena itu dia menyarankan agar pelaku pasar melakukan BUY justru di saat pasar jebol. Menurutnya di saat market dicekam rasa takut, saat itulah yang tepat untuk masuk ke market. Ini sesuai dengan prinsip selalu ada peluang dalam tantangan atau ‘tragedy is a blessing in disguise’. Dirinya mencontohkan di Wall Street justru banyak pengelola investasi atau Hedge Fund yang masuk ke market dengan leverage yang sangat tinggi. Karena itu Wall Street selalu berada dalam ketidakseimbangan atau disequilibrium. “Selalu overshooting, baik ke atas maupun ke bawah,” ujarnya.
Dirinya optimistis IHSG masih berpeluang ke level 6.000 di akhir tahun ini. Karena mempertimbangkan daily return memiliki distribusi probabilitas yang disebut Chi-Square dengan degree of freedom di atas 10. Artinya the mass of the distribution berada di sebelah kanan mediannya. “Jadi saran saya kepada pelaku pasar BUY dan HOLD,” ujarnya.
Sementara Chief Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution menilai PSBB Jilid II yang semula diperkirakan persis sama dengan PSBB jilid I, ternyata tidak demikian. Dalam hal ini PSBB jilid II cenderung lebih longgar, dimana usaha-usaha yang non-esensial termasuk pusat perbelanjaan boleh tetap buka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. “Dengan demikian dampak ke pertumbuhan ekonomi tidak seburuk yang diperkirakan semula, sehingga pelaku pasar kembali memburu saham-saham yang dinilai prospektif,” ujar Damhuri.
Lebih lanjut dia juga menyebut juga ada sentimen lain yang juga datang dari aksi jual saham-saham teknologi di pasar global yang sudah mulai mereda. Kedua hal ini menurutnya yang membuat pasar saham Indonesia kembali mencatat kenaikan yang sangat signifikan.
Sebelumnya pengamat pasar modal dari Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan saham teknologi AS mengalami tekanan turun. Bahkan penurunannya hingga lima kali dalam enam hari terakhir. Pelaku pasar mulai khawatir ada gelembung saham teknologi ditengah kebangkitan virus corona baru di beberapa negara. Dua pekan lalu penurunan saham teknologi terlihat sebagai aksi ambil untung akibat kenaikan yang terjadi sejak Maret 2020.
Penurunan saham teknologi di Amerika Serikat masih terlalu sedikit dan membuka peluang penurunan lanjutan. Tetapi juga mulai ada sinyal naiknya Yield surat hutang Amerika. Ini menandakan kekhawatiran pasar juga melebar ke aset keuangan lainnya.