JAKARTA, Cobisnis.com – Standard Chartered bersama International Finance Corporation (IFC), anggota Kelompok Bank Dunia, berkolaborasi untuk memperkuat peran investasi swasta dalam sektor pengelolaan air dan limbah di Indonesia. Kedua lembaga ini menyelenggarakan diskusi bertajuk “Financing the Future: Green Investment in Indonesia’s Water & Waste Sectors” pada hari pembukaan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025.
Acara ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, investor, hingga pelaku industri, guna membahas strategi percepatan pembiayaan infrastruktur berkelanjutan di sektor air dan limbah. Para panelis menyoroti pentingnya penerapan green bonds, blended finance, dan skema pembiayaan transisi untuk menurunkan risiko proyek serta menarik minat investor institusional.
Kebutuhan investasi infrastruktur Indonesia masih sangat besar. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, total kebutuhan pembiayaan diperkirakan mencapai USD 625 miliar atau sekitar Rp10.000 triliun. Namun, hanya sekitar 60% dari total kebutuhan tersebut yang dapat ditopang melalui APBN dan APBD. Sisanya perlu dipenuhi melalui partisipasi swasta dan skema pembiayaan inovatif lainnya.
Dalam sesi diskusi, para panelis juga menekankan pentingnya kejelasan regulasi, standarisasi proses pengadaan, serta kesiapan proyek untuk menarik modal swasta dalam membangun infrastruktur yang hijau dan tangguh.
Diskusi dibuka oleh Euan Marshall, Country Manager IFC untuk Indonesia dan Timor Leste, disusul sambutan dari Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar di Kemenko Perekonomian, serta Donny Donosepoetro OBE, CEO Standard Chartered Indonesia.
Selain itu, hadir pula sejumlah tokoh industri seperti Tim Anderson (CEO ACWA Power Indonesia), Kenichi Ishikawa (President Director PT Summit Niaga – Sumitomo Group), Rizki Hasan (CEO Indonesia Infrastructure Finance), dan Jaclyn Dove (Managing Director Sustainable Finance Standard Chartered). Moderator acara adalah Dale Hardcastle dari Bain & Company yang turut memaparkan laporan Southeast Asia Green Economy 2025.
Laporan tersebut, hasil kolaborasi Bain & Company, GenZero, Temasek, Google, dan Standard Chartered, mengungkapkan potensi investasi hijau di Asia Tenggara mencapai USD 50 miliar per tahun hingga 2030. Untuk Indonesia, potensi terbesar terletak pada sektor ketahanan air, pengelolaan limbah, serta ekonomi sirkular yang mendukung target pembangunan berkelanjutan nasional.
Donny Donosepoetro menegaskan bahwa peran modal swasta sangat penting dalam mempercepat transisi hijau di Indonesia. “Investasi di sektor air dan limbah tidak hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga langsung menyentuh kualitas hidup masyarakat. Melalui kemitraan inovatif, kita dapat menciptakan solusi berkelanjutan yang memberikan manfaat sosial dan ekonomi jangka panjang,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Perjalanan menuju ekonomi rendah karbon memerlukan kolaborasi lintas sektor. Di Standard Chartered, kami berkomitmen mendukung pemerintah dan mitra strategis untuk memastikan transisi hijau Indonesia membawa dampak nyata bagi masyarakat dan lingkungan.”














