JAKARTA, Cobisnis.com – Somalia kerap disebut sebagai contoh ekstrem negara dengan sistem hukum yang tidak berjalan efektif. Selama lebih dari tiga dekade, negara di Tanduk Afrika ini menghadapi konflik internal, lemahnya pemerintahan pusat, serta fragmentasi kekuasaan di tingkat lokal.
Ketiadaan otoritas negara yang kuat membuat hukum formal sulit diterapkan secara merata. Banyak wilayah di Somalia lebih bergantung pada hukum adat, struktur klan, atau kekuasaan kelompok bersenjata dalam menyelesaikan konflik sehari-hari.
Sejak runtuhnya pemerintahan pusat pada 1991, Somalia mengalami kekosongan institusional yang berkepanjangan. Upaya membangun kembali negara terus dilakukan, namun stabilitas politik masih menjadi tantangan besar hingga hari ini.
Bank Dunia dan PBB mencatat bahwa rendahnya kapasitas penegakan hukum berdampak langsung pada aktivitas ekonomi. Investasi asing minim, sementara kegiatan perdagangan lebih banyak berlangsung secara informal dan berbasis kepercayaan personal.
Dalam kondisi ini, kebebasan bukan berarti tanpa batas, melainkan ketiadaan perlindungan negara. Warga sering kali harus mengandalkan jaringan keluarga atau klan untuk keamanan dan akses ke sumber daya.
Kelompok bersenjata seperti Al-Shabaab memanfaatkan lemahnya negara untuk mengisi ruang kekuasaan. Mereka memberlakukan aturan sendiri yang justru menambah kompleksitas hukum di lapangan.
Di sisi lain, wilayah seperti Somaliland mencoba membangun sistem pemerintahan dan hukum sendiri yang relatif lebih stabil. Namun, status internasionalnya belum diakui secara luas.
Fenomena Somalia menunjukkan bahwa absennya hukum formal bukan menciptakan kebebasan, melainkan ketidakpastian. Tanpa kepastian hukum, hak kepemilikan, kontrak bisnis, dan perlindungan warga menjadi sangat rapuh.
Bagi komunitas internasional, Somalia menjadi pelajaran penting tentang peran negara dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan dan keteraturan sosial. Tanpa institusi yang berfungsi, pasar dan masyarakat sulit berkembang sehat.
Situasi ini juga relevan secara global, terutama di tengah meningkatnya konflik dan negara gagal. Somalia mengingatkan bahwa hukum bukan sekadar aturan, tetapi fondasi stabilitas ekonomi dan sosial.














