Jakarta, Cobisnis.com – Klaim kesimpulan Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) yang menemukan tingkat migrasi BPA pada sampel galon isi ulang berkisar antara 2 hingga 4 parts per million (ppm) atau di atas batas toleransi yang diizinkan BPOM 0,6 ppm. Namun, TÜV NORD Indonesia Laboratories, yang diminta melakukan pengujian itu mengatakan uji lab itu tidak bisa dijadikan kesimpulan terhadap kadar BPA dalam galon guna ulang. TUV Nord Indonesia beralasan karena sampel yang digunakan untuk uji lab itu berasal dari customer, dalam hal ini JPKL. Jadi, dari sisi pengambilan sampel tidak bisa mewakili yang ada di pasaran. TUV Nord Indonesia juga menegaskan bahwa lembaganya bukan merupakan lembaga penelitian.
“Kita hanya terima saja permintaan pengujian sampel. Galonnya dari mereka. Kita juga tidak tahu galon itu sudah mereka apakan atau apa, kita juga tidak tahu. Kita hanya menerima sampel galon itu saja. Jadi tidak mewakili galon-galon yang ada di pasaran juga,” kata Asisten Manajer Sales TÜV NORD Indonesia Laboratories, Angga S Tp, Kamis (20/5).
Angga mengatakan TUV itu hanya lab independen yang menganalisa sampel atas permintaan para customer dan bukan lembaga yang melakukan penelitian. “Jadi, kalau penelitiannya bukan kita yang melakukan. Kita hanya menganalisa saja si produk galon guna ulang tersebut. Sampelnya itu dari yang meminta kita untuk melakukan uji lab. Jadi, sampelnya bukan dari kita juga tapi dari customer,” ucapnya.
Soal pemberitaan JPKL, dia menegaskan hanya menganalisa kadar BPA itu dari sampel yang diberikan customer dan sesuai dengan permintaan mereka. “Sebagai lab independen, kita menerima sampel dari siapapun. Tapi terkait JPKL itu saya kurang paham juga. Itu kita anggap customer kita. Cuma yaitu, yang diuji bukan air tapi galonnya. Itu memang ada permintaannya dari JPKL. Tapi, kita nggak tahu maksud mereka publish itu untuk apa,” tuturnya.
Dia mengatakan tidak ada juga ijin tertulis dari TUV mengenai hasil lab yang dipublish JPKL itu. “Karenanya, kita saat ini juga lagi meminta konfirmasi dari JPKL. Kita kaget, kenapa nama kita ditulis dalam pemberitaan tersebut. Mereka tidak ada ijin juga untuk menulis nama kita di pemberitaan tersebut. Kita lagi coba hubungi orang JPKL tapi belum ada respon,” katanya.
Menurutnya, TUV memang tidak pernah tahu maksud dan tujuan uji lab itu dilakukan. “Karena kita kan banyak juga customer lain yang menganalisa ke kita, tapi kita tidak pernah tanya tujuannya untuk apa. Apakah itu buat registrasi atau internal saja. Kita hanya melakukan uji lab sesuai dengan permintaan mereka saja, apa yang harus diuji,” ucapnya.
“Kita tidak tahu tujuannya untuk apa. Jadi mereka yang bawa galonnya ke kita dan bukan kita yang mencari sampel galonnya. Hasilnya kemudian kita berikan kepada merka. Tapi yang perlu digarisbawahi, kita tidak tahu sampel galonnya darimana dapatnya, apakah samplingnya mewakili yang ada di pasaran juga kita tidak tahu. Proses samplingnya seperti apa, kita tidak tahu,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, JPKL kembali mendesak BPOM untuk mengeluarkan label peringatan konsumen pada kemasan galon isi ulang yang mengandung Bisfenol A (BPA). Ketua JPKL Roso Daras mengatakan, pada Maret 2021, JPKL mengirimkan sampel beberapa galon isi ulang yang kemasannya mengandung BPA, sesuai permintaan BPOM. Galon tersebut diperoleh dari mata rantai distribusi AMDK galon isi ulang. Selanjutnya, galon tersebut dikirim ke Tuv Nord Laboratory Service untuk dianalisis kadar migrasi BPA. Analisis tersebut dilakukan selama 25 hari menggunakan parameter BPA Metode SNI 7626-1:2017.
BPOM sendiri dalam rilisnya menegaskan bahwa mereka secara rutin melakukan tes sampel dari pasar mengenai keamanan galon guna ulang, dan hasil tes BPOM menunjukkan tingkat migrasi BPA dalam galon guna ulang sangat jauh dibawah ambang batas yang dilakukan sehingga aman untuk digunakan. Standar batas migrasi BPOM utk BPA adalah 0,6 ppm lebih tinggi dibanding standar keamanan pangan Eropa.