JAKARTA, Cobisnis.com – Nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak melemah pada perdagangan Senin, 22 September 2025. Rupiah berada di kisaran Rp 16.600 hingga Rp 16.660 per dolar AS, mencerminkan tekanan yang cukup kuat di pasar valuta asing.
Pelemahan rupiah terjadi di tengah penguatan dolar AS yang masih menjadi primadona bagi investor global. Meski The Fed baru saja menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin, greenback tetap dipandang sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.
Faktor eksternal juga memberi tekanan tambahan terhadap rupiah. Gejolak harga komoditas global, perlambatan ekonomi China, serta ketidakpastian di kawasan Eropa membuat investor lebih berhati-hati menempatkan dana di pasar negara berkembang.
Bank Indonesia mencatat pada pekan ketiga September 2025, arus modal asing keluar dari pasar keuangan domestik mencapai Rp 8,2 triliun. Penarikan dana oleh investor asing ini menambah tekanan terhadap rupiah karena meningkatkan permintaan dolar di pasar.
Dampak langsung dari pelemahan rupiah mulai terasa pada sektor impor. Importir harus menanggung biaya lebih besar untuk pembayaran dalam dolar, sehingga potensi kenaikan harga barang impor semakin terbuka.
Inflasi juga berisiko terdorong akibat pelemahan kurs. Barang impor seperti pangan, energi, dan komponen industri akan mengalami kenaikan harga, yang pada akhirnya bisa menekan daya beli masyarakat.
Pasar keuangan domestik ikut tertekan dengan keluarnya investor asing. Pelemahan rupiah umumnya berdampak pada turunnya minat investasi di pasar saham dan obligasi, sehingga menambah volatilitas dalam negeri.
Bank Indonesia menegaskan siap menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi di pasar valas. Selain itu, kebijakan suku bunga dan bauran moneter lain tetap dijaga agar pelemahan rupiah tidak berdampak lebih dalam pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Fundamental ekonomi Indonesia masih dianggap cukup kuat untuk meredam gejolak jangka pendek. Stabilitas inflasi, cadangan devisa yang memadai, serta pertumbuhan konsumsi domestik menjadi bantalan di tengah tekanan global.
Ke depan, pergerakan rupiah sangat bergantung pada dinamika pasar internasional. Jika ketidakpastian global berlanjut, rupiah masih rawan fluktuasi. Namun, bila kondisi eksternal mulai mereda, peluang penguatan kembali tetap terbuka.













