JAKARTA, Cobisnis.com – Pemerintah menetapkan RAPBN 2026 senilai Rp3.842,7 triliun dengan target pertumbuhan 5,4 persen. Salah satu fokus utama adalah perluasan program makanan gratis untuk pelajar dan ibu hamil.
Program ini dipandang sebagai investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat. Pemerintah menilai kesehatan anak dan ibu hamil adalah fondasi produktivitas tenaga kerja masa depan.
Alokasi besar ini sejalan dengan strategi menurunkan angka stunting dan mendorong kualitas pendidikan. Dengan gizi yang baik, daya serap pelajaran dan kesehatan generasi muda diharapkan meningkat.
Dampak ekonomi jangka pendek juga diproyeksikan signifikan. Belanja pemerintah di sektor makanan berpotensi menggerakkan industri pertanian, UMKM pangan, dan distribusi logistik di berbagai daerah.
Namun, program ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai keberlanjutan fiskal. Biaya tinggi berisiko memperlebar defisit APBN jika tidak dikelola dengan efisien dan berdisiplin anggaran.
Ekonom menilai program tersebut bisa menjadi investasi jangka panjang jika pengawasan ketat diterapkan. Kebocoran anggaran, distribusi tidak merata, hingga kualitas makanan yang tidak standar menjadi ancaman nyata.
Pemerintah berupaya menyeimbangkan manfaat jangka panjang dengan risiko jangka pendek. Transparansi dan tata kelola dianggap kunci agar belanja sosial tidak berubah menjadi beban fiskal permanen.
Dari perspektif pasar, stimulus melalui program makanan gratis dapat meningkatkan daya beli masyarakat kelas bawah. Hal ini menciptakan multiplier effect bagi sektor konsumsi domestik.
Namun, pelaku pasar juga menyoroti dampak pada neraca fiskal. Jika ruang belanja negara semakin sempit, kemampuan pemerintah menjaga stabilitas makroekonomi bisa terganggu.
Keberhasilan program ini akan diuji dalam implementasi. Jika tepat sasaran, makanan gratis bisa jadi instrumen pembangunan SDM jangka panjang. Jika tidak, risiko beban fiskal justru lebih besar dari manfaat.














