JAKARTA, Cobisnis.com – Prof. Tjandra Yoga Aditama menjadi salah satu narasumber dan fasilitator dalam Pelatihan Diplomasi Kesehatan Global yang digelar Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur Kesehatan Kementerian Kesehatan pada 17–18 September 2025.
Pada sesi 17 September, Prof. Tjandra memaparkan berbagai aspek diplomasi kesehatan di WHO, termasuk deklarasi ASEAN dan side event G20. Ia menjelaskan empat proses utama dalam tata kelola (governance) WHO, yakni World Health Assembly (WHA), Executive Board (EB), Programme Budget and Administration Committee (PBAC), serta Standing Committee on Health Emergency Prevention, Preparedness and Response (SCHEPPR).
Setiap proses itu dipaparkan dari sisi tujuan, manfaat, frekuensi, peserta, hingga mekanisme penyusunan agenda. Prof. Tjandra menekankan bahwa SCHEPPR baru terbentuk setelah pandemi COVID-19, dengan dua kerangka kerja: saat terjadi Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) dan di luar PHEIC.
Pada 18 September, ia berperan sebagai fasilitator bersama perwakilan dari Kementerian Luar Negeri dalam simulasi diplomasi. Para peserta diminta berperan seolah-olah mengikuti sidang WHO di Jenewa, melatih keterampilan menyusun intervensi negosiasi, memahami perbedaan pendapat antarnegara, hingga mempraktikkan kaidah diplomatik internasional.
Topik simulasi difokuskan pada Pathogen Access and Benefit Sharing (PABS) yang menekankan prinsip keadilan dan kesetaraan. Negara diminta memberi akses terhadap patogen berpotensi pandemi, dan sebagai imbalannya memperoleh manfaat berupa ketersediaan vaksin, obat, sarana diagnostik, transfer teknologi, hingga penguatan kapasitas sumber daya.
Prof. Tjandra menilai antusiasme peserta menunjukkan kesadaran bahwa diplomasi kesehatan global sangat penting bagi bangsa, sekaligus mencerminkan peran aktif Indonesia dalam upaya kesehatan dunia.














