JAKARTA, COBISNIS.COM – PT PLN terus memperkuat komitmennya dalam mendorong penggunaan energi bersih melalui pengembangan “green hydrogen”.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Gas dan BBM PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI), Rakhmad Dewanto, pada “The 4th Indo Pacific LNG Summit Bali 2024”. Ia menjelaskan bahwa PLN berada pada posisi strategis untuk memenuhi permintaan hidrogen, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun pasar ekspor.
Rakhmad menyatakan bahwa PLN menjadi pionir dalam pengembangan “green hydrogen” di Indonesia dengan membangun ekosistem hidrogen global. Dengan keunggulan dalam produksi dan suplai, PLN siap berpartisipasi aktif dalam mengembangkan rantai pasok hidrogen di Indonesia. Hingga saat ini, PLN telah mengembangkan ekosistem “green hydrogen” yang mencakup seluruh rantai produksi.
PLN telah membangun 22 “Green Hydrogen Plant” (GHP) yang memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi dan tenaga surya. Dari total 22 GHP tersebut, PLN mampu memproduksi 203 ton “green hydrogen” per tahun, dengan 75 ton digunakan untuk operasional pembangkit, dan 128 ton sisanya dapat mendukung kebutuhan lain, termasuk kendaraan hidrogen.
Selain itu, PLN juga telah mengoperasikan “Hydrogen Refueling Station” (HRS) di kawasan Senayan, Jakarta, yang menjadi HRS pertama di Indonesia. Stasiun pengisian ini diresmikan pada Februari 2024 dan menjadi bagian penting dalam ekosistem hidrogen yang sedang dikembangkan.
Sebagai bagian dari pengembangan ekosistem “green hydrogen”, PLN juga telah memulai “pilot project” untuk mengonversi produksi “green hydrogen” yang berlebih menjadi “green ammonia”. Ammonia hijau ini nantinya akan digunakan sebagai bahan bakar untuk “cofiring” di PLTU Labuan, sejalan dengan upaya mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Direktur Utama PLN EPI, Iwan Agung Firstantara, menegaskan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari dukungan PLN EPI terhadap transisi energi. Ia menyebut bahwa berbagai inisiatif PLN, termasuk pengembangan “green hydrogen”, akan berkontribusi pada pengurangan emisi karbon hingga 3,7 miliar ton CO2e.
Sementara itu, pemerintah juga tengah menyiapkan aturan mengenai insentif dan keringanan pajak untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau. Hal ini disampaikan oleh Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Andrian Feby Misna, dalam acara “Indonesia International Hydrogen Summit 2024” yang digelar pada Juni 2024.
Andrian menambahkan bahwa kebijakan terkait insentif ini akan tercantum dalam RUU EBT yang saat ini masih dievaluasi. Selain itu, pemerintah juga tengah mengkaji strategi hidrogen nasional yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, termasuk menetapkan standar dan regulasi terkait pajak dan perdagangan karbon.