JAKARTA,Cobisniscom– Banyaknya sebaran diaspora Indonesia yang berada di luar negeri membuka potensi market global yang besar untuk bisnis dan produk UMKM Indonesia. Salah satunya adalah usaha coffee shop Kopi Kalyan yang berada di prefektur Tokyo, Jepang.
Bisnis tempat ngopi tersebut dimiliki oleh diaspora pengusaha Indonesia yang berada di Tokyo, Jepang, Kenny Erawan Tjahyadi. Lokalisasi produk dikatakan Kenny menjadi strategi yang sangat penting untuk mengenalkan kopi Indonesia.
Hal itu seperti menyesuaikan atau mengadaptasi desain, rasa, dan packaging produk supaya bisa sesuai dengan pasar Jepang
“Kami juga melihat kesempatan ini di pandemi ini karena banyak perusahaan trading Jepang yang baru mulai menjual atau berhenti menjual kopi. Jadi di situ kami lihat kesempatan untuk masuk ke pasar ini, kami mencoba mulai rambah ke retail atau b2b dan sebagainya,” jelasnya.
Dalam mengembangkan usahanya, Kenny mendapatkan dukungan berbagai pihak, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, yang memberikan masukan dan dukungan. Kenny juga mendapatkan dukungan dari kerja sama KBRI serta BNI dalam mendukung ekspor kopi.
Kenny mengungkapkan, sinergi pemerintah dan BNI yang dilakukan adalah seperti mengadakan berbagai acara untuk business matching dan berbagai acara meet and greet. Dari situ, dirinya dapat berhubungan langsung dengan diaspora-diaspora di Tokyo, dan mendapat masukan untuk menjalankan usaha.
Dia mengungkapkan, sebelumnya kopi-kopi Indonesia yang dikenal di Tokyo hanya Mandailing dan Toraja saja. Namun setelah diadakan berbagai macam event, warga Tokyo mulai mengenal lebih banyak kopi-kopi Indonesia lainnya.
Selain Kenny, ada juga Nuraini Widyaningsih. Salah satu diaspora pengusaha di Busan, Korea Selatan ini berhasil mengembangkan bisnis kuliner Indonesia.
Ia memaparkan, agar produk kuliner bisa diterima oleh lidah masyarakat Korea Selatan, diperlukan penyesuaian tanpa mengurangi cita rasa makanan.
“Kalau untuk makanan Indonesia dengan bumbu yang khas begitu kental biasanya untuk customer yang datang, orang Korea, langsung akan kita kurangi bumbunya. Karena rempah-rempah di Korea jarang dipakai,” tegas dia.
Selain masyarakat Korea Selatan, Nuraini mengungkapkan, ada warga negara asing yang sempat mampir ke tempat usahanya, seperti WNA dari Amerika Serikat, Rusia, dan Jerman. Menurut Nuraini, para WNA mendapatkan informasi dari internet.
“Mereka kenal Indonesia dengan nasi goreng. Mereka ingin tahu seperti apa fried rice. Ada juga mereka pernah pergi wisata ke Bali dan mereka kangen dengan masakan Indonesia dan pernah mencoba juga di sini,” pungkasnya.
Sementara Diaspora Pengusaha di Hong Kong, Sarinah mengisahkan, secara populasi negara tersebut tidak terlalu besar dan memiliki banyak PMI. Hal ini pun melahirkan berbagai peluang yang bisa digarap.
Sarinah merinci, masih banyak produk yang belum memperhatikan hal ini, sehingga Sarinah harus melakukan riset dan juga packing ulang. Untungnya BNI ujar dia cukup membantu dalam memperbesar usaha yang dijalankan Sarinah hingga saat ini.
“Pembiayaan kerja sama remitansi dan business matching sungguh membantu kami, belum lagi mencari produk Indonesia jadi lebih gampang. Selama ini sudah banyak yg sukses melakukan ini, jadi kami bisa memperbanyak jenis produk dan didistribusikan,” jelas Sarinah.
BNI melengkapi ekosistem bagi diaspora yakni BNI XPora yang mendukung UMKM untuk menembus pasar ekspor. Kemudian bagi pekerja migran Indonesia, BNI pun melakukan kerja sama dengan ketenagakerjaan agar bisa terjangkau.
Sementara itu, Direktur Treasury & International BNI Henry Panjaitan mengungkapkan layanan BNI Xpora akan menjadi engine untuk mendukung diaspora.
BNI Xpora dinilainya menjadi sebuah solusi terintegrasi untuk mendorong kapasitas dan kapabilitas bisnis UMKM lewat edukasi, pendampingan hingga konsultasi bisnis.
“Kita melakukan pengembangkan IT untuk mensuportnya. Karena kegitan ekspor impor harus memiliki kapasitas IT,” jelasnya dalam Webinar BNI Global Diaspora Week bersama CNBC Indonesia, Rabu (27/4/2022).
Ia menuturkan, program Xpora dapat memberikan peluang UMKM di luar negeri. Untuk itu, BNI akan mengembangkan nasabah supaya bisa menjadi eksportir dengan pengembangan kualitasnya.
Dalam mendukung hal itu, BNI ujarnya akan melakukan pendekatan dengan perusahaan eksportir, trading house, kadin setempat dan mencari diaspora yang sudah melakukan bisnis di luar negeri baik resto, trading company, atau supermarket.
“ini sangat membantu teman-teman UMKM bersaing di market global. Dan komunitas diaspora seperti dua sisi mata uang, saling melengkapi,” jelasnya.
Sekedar informasi, BNI menjadi salah satu bank yang memiliki jaringan luar negeri yang kuat, dengan kehadirannya di 6 negara. Besarnya jumlah diaspora asal Indonesia diharapkan bisa berkontribusi besar bagi perekonomian, baik dari aktivitas keuangan, investasi, hingga perdagangan.
Sayangnya, potensi besar ini masih belum maksimal digarap karena tidak adanya pemetaan diaspora dan terbatasnya layanan keuangan dari bank asal Tanah Air.
Sekretaris Kementerian BUMN Susyanto menuturkan, , tantangan kehadiran bank asal Indonesia di luar negeri, bisa diatasi dengan mengembangkan transaksi digital yang bisa mengatasi masalah jarak.
“Sebaran diaspora yang sangat luas dan terbatasnya nasional bank kita yang beroperasi di luar negeri. Bank Himbara yang di luar negeri umumnya berada di pusat keuangan, masih belum ada yang di Afrika misalnya. Ini yang diperlukan,” kata Susyanto.
Secara jangka panjang, untuk meningkatkan kontribusi diaspora pada perekonomian harus dilakukan pemetaan. Selain itu, pengembangan usaha para diaspora pun menjadi perhatian pemerintah agar nantinya bisa menjadi agen promosi produk Indonesia di mancanegara.
“Jadi bukan cuma angka, tetapi bagaimana diaspora itu dari kecil menjadi menengah dan besar. Kalau perlu mereka bisa jadi pebisnis yang cukup besar di negara lain,” ucap susyanto.