JAKARTA, Cobisnis.com – Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai bahwa sejak pertama kali diwacanakan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) selalu menimbulkan pertanyaan terkait anggaran implementasinya.
Huda menyebutkan bahwa penerimaan negara Indonesia masih terbatas, sementara program prioritas lainnya juga tetap berjalan. Dengan anggaran MBG yang besar, penyediaannya akan sangat sulit dilakukan.
“Saya pribadi selalu mempertanyakan soal anggaran implementasi program. Penerimaan negara masih sangat terbatas, program prioritas lainnya juga jalan, anggaran MBG yang jumbo pasti sulit untuk disediakan,” ujarnya, Kamis, 16 Januari.
Huda juga mengingatkan bahwa rasio pajak Indonesia telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, yang berdampak pada terbatasnya kemampuan anggaran negara dan jika pemerintah memaksakan target 100 persen untuk program MBG, diprediksi defisit anggaran bisa lebih dari 3 persen.
Oleh karena itu, Huda meyakini bahwa hingga 2029, target program MBG sulit tercapai akibat keterbatasan anggaran.
“Maka kita yakin sampai tahun 2029, target program MBG sulit mencapai 100 persen karena keterbatasan anggaran,” jelasnya.
Lebih lanjut, Huda mengkritik langkah pemerintah yang berupaya mencari anggaran dari pos-pos belanja lain, seperti pendidikan yang akhirnya ditentang, serta dana desa yang justru mengancam kemandirian desa. Namun, ia mencatat bahwa pemerintah belum cukup serius dalam mencari tambahan penerimaan negara.
Menurut Huda, ada dua potensi besar untuk menambah penerimaan negara yaitu pertama, peningkatan kepatuhan pajak di sektor pertambangan yang masih sangat rendah, yang bisa memberikan puluhan triliun rupiah. Kedua, menindak pengemplang pajak yang jumlahnya diperkirakan mencapai lebih dari Rp300 triliun.
“Ini pernah disampaikan oleh Hasjim, jadi harusnya bisa dijadikan jalan pemerintah untuk menambah pundi-pundi penerimaannya,” tuturnya.