JAKARTA,Cobisnis.com – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan program Kartu Prakerja akan tetap dilanjutkan pada 2023 dengan beberapa penyesuaian kebijakan.
Pertama, akan ada penyesuaian skema dari semi bantuan sosial (bansos) menjadi skema normal. Kedua, terkait dengan dengan besaran bantuan pelatihan dan insentif.
“Pemerintah akan menambah anggaran sebesar Rp5 triliun dengan target 1,5 juta orang,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Selasa, 4 Oktober.
Menurut Airlangga, melalui skema normal ini pada 2023, pemerintah akan melakukan penyesuaian besaran bantuan untuk peserta senilai Rp4,2 juta per individu. Adapun, rincian tersebut adalah biaya pelatihan sebesar Rp3,5 juta, insentif pascapelatihan Rp600.000 yang akan diberikan satu kali, serta insentif sebesar Rp100.000 untuk dua kali pengisian survei.
Sebagai informasi, nilai manfaat Kartu Prakerja 2022 adalah sebesar Rp3,55 juta yang terdiri atas bantuan biaya pelatihan Rp1 juta, insentif pasca pelatihan pertama Rp600.000 per bulan selama 4 bulan (Rp2,4 juta) dan insentif pengisian survei Rp50.000 per survei untuk 3 kali survei (Rp150.000).
“Program Kartu Prakerja 2022 akan diimplementasi secara online, offline, maupun hibrida. Selain itu, pada skema normal juga memungkinkan penerima bantuan sosial dari kementerian/lembaga lainnya dapat menerima manfaat dari Program Kartu Prakerja,” sambung dia.
Airlangga menyampaikan pula jika program ini akan lebih difokuskan pada bantuan peningkatan skill dan produktivitas angkatan kerja, seperti biaya pelatihan secara langsung kepada peserta dan insentif pascapelatihan dengan ragam pelatihan skilling, reskilling, dan upskilling.
“Program Kartu Prakerja akan lebih fokus pada peningkatan kompetensi angkatan kerja sebagaimana konsep awal program ini dicanangkan sebelum era pandemi COVID-19,” tegas dia.
Untuk diketahui, pada 2022 tercatat Program Kartu Prakerja telah memberikan manfaat bagi 3,46 juta penerima dari 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Total penerima sejak awal pelaksanaan program hingga saat ini mencapai 14,9 juta penerima. Berdasarkan jumlah peserta tahun 2022 tersebut, sebanyak 53,6 persen diantaranya berasal dari 212 kabupaten/kota target penurunan kemiskinan ekstrem serta mencakup calon Pekerja Migran Indonesia (PMI).