JAKARTA, Cobisnis.com – Pemerintah bersama pelaku industri dan lembaga keuangan sepakat memperkuat kolaborasi strategis dalam mengakselerasi pertumbuhan investasi serta sektor properti sebagai pilar utama ekonomi nasional. Komitmen tersebut mengemuka dalam Forum Inabanks Investment & Property Outlook: Peluang dan Tantangan Bisnis Tahun 2026 yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (12/11).
Forum ini menjadi ruang strategis bagi pemerintah, perbankan, dan sektor swasta untuk menyampaikan arah kebijakan dan proyeksi ekonomi nasional menjelang 2026.
Mewakili Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Todotua Pasaribu, Ricky Kusmayadi, Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Kementerian Investasi/BKPM, menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen pada 2029, dengan investasi sebagai penggerak utama menuju Indonesia Emas 2045.
Hingga kuartal III 2025, realisasi investasi nasional mencapai Rp1.434,3 triliun atau 75,3 persen dari target tahunan. Dari jumlah tersebut, PMDN berkontribusi Rp789,7 triliun dan PMA sebesar Rp644,6 triliun. Tiga sektor terbesar yang mendorong capaian tersebut adalah industri logam dasar, transportasi dan telekomunikasi, serta perumahan dan kawasan industri.
Menurut Ricky, sektor properti memiliki efek berganda yang besar terhadap perekonomian.
“Properti bukan hanya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, tetapi juga menggerakkan lapangan kerja, industri bahan bangunan, dan rantai pasok nasional,” jelasnya.
Untuk mendukung ekosistem investasi, pemerintah terus memperkuat reformasi regulasi dan digitalisasi perizinan, termasuk melalui Omnibus Law (UU No.6/2023) serta PP No.28/2025 tentang Perizinan Berbasis Risiko. Sistem Online Single Submission (OSS) kini juga diperkuat dengan prinsip fiktif positif dan Service Level Agreement (SLA) agar proses perizinan lebih efisien dan pasti waktu.
Selain regulasi, pemerintah menyiapkan berbagai insentif fiskal dan dukungan strategis bagi investasi, khususnya di sektor hilirisasi sumber daya alam. Nilai investasi hilirisasi sepanjang 2025 mencapai Rp431,4 triliun, meningkat 58,1 persen dari tahun sebelumnya, dan diperkirakan mampu menciptakan hingga 3 juta lapangan kerja baru dalam lima tahun ke depan.
“Hilirisasi menjadi kunci membangun struktur ekonomi yang mandiri dan bernilai tambah tinggi,” tambah Ricky.
Pemerintah Fokus pada Hunian Layak dan Inklusif
Dari sisi perumahan, Buhari Sirait, Direktur Pembiayaan Perumahan Perkotaan, Direktorat Jenderal Perumahan Perkotaan, Kementerian PKP, menjelaskan bahwa pemerintah menargetkan pembangunan dan renovasi tiga juta unit rumah hingga 2029 sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan ekonomi.
Indonesia masih menghadapi backlog sebesar 9,9 juta rumah tangga, dengan 26,9 juta keluarga tinggal di hunian tidak layak — mayoritas di kawasan perkotaan.
“Kami ingin memastikan setiap keluarga, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, memiliki rumah yang layak dan terjangkau,” ujarnya.
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah mempercepat perizinan melalui SKB Tiga Menteri, yang memungkinkan pengajuan pembangunan rumah bagi MBR diproses maksimal 10 hari kerja. Selain itu, tersedia dukungan pembiayaan FLPP sebesar Rp25,1 triliun untuk 350.000 unit rumah serta KUR Perumahan Rp130 triliun bagi pengembang dan kontraktor kecil.
Skema rent-to-own juga diperluas bagi pekerja informal dengan sistem sewa-beli yang lebih fleksibel. Sektor perumahan diproyeksikan tumbuh positif tahun depan, didukung penurunan suku bunga BI ke 4,75%, stimulus fiskal, dan pembangunan infrastruktur besar seperti MRT Fase 2, LRT Jabodebek, dan Tol Layang Jabodetabek.
Properti Sebagai Pilar Ekonomi Baru
Adri Istambul Lingga Gayo Sinulingga, Kepala Badan Advokasi dan Perlindungan Anggota REI, menilai perlunya paradigma “Propertinomic” — di mana properti dilihat sebagai penggerak utama perekonomian nasional.
Hasil riset LPEM UI menunjukkan sektor ini menyumbang 16 persen terhadap PDB, setara Rp2.300–2.800 triliun, serta menciptakan 19 juta lapangan kerja di lebih dari 185 sektor turunan.
“Properti bukan hanya bisnis, tapi instrumen pemerataan kesejahteraan,” ujar Adri.
Ia menambahkan, kombinasi kebijakan seperti PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), program 3 juta rumah, dan digitalisasi OSS akan menjadi katalis pertumbuhan sektor properti 2026.
Dari sisi industri, Masagus Meidino, B2B Head PT Midea Electronics Indonesia, mengumumkan rencana pembangunan pabrik energi pintar di Batam, dengan kapasitas produksi 4 GWh — fasilitas pertama Midea di luar Tiongkok.
“Indonesia memiliki potensi besar menjadi pusat industri berteknologi tinggi di Asia Tenggara,” katanya.
Fasilitas ini akan menjadi pusat produksi global untuk smart appliances dan solusi energi berkelanjutan, mendukung transisi menuju industri hijau dan digital.
Sementara itu, Anton Sitorus, Pengamat Properti CBRE Indonesia, memprediksi 2026 akan menjadi fase pemulihan moderat untuk sektor properti nasional, terutama di segmen logistik dan industri.
“Kombinasi stabilitas makroekonomi, suku bunga KPR di kisaran 4,5–5,5 persen, dan stimulus kebijakan akan meningkatkan kepercayaan investor,” jelas Anton.
Ia menambahkan bahwa tren properti masa depan akan didominasi oleh gedung hijau berkelanjutan, kawasan Transit Oriented Development (TOD), serta adopsi PropTech berbasis kecerdasan buatan.
“Pengembang yang adaptif terhadap inovasi dan keberlanjutan akan menjadi pemimpin di lanskap properti masa depan,” tutupnya.













