JAKARTA,Cobisnis.com Pasar modal Indonesia terus menunjukkan arah positif dalam dua bulan pertama tahun 2022. Kondisi ini menjadi momen penting bagi investor. Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) membahas strategi investasi di tengah kondisi perekonomian saat ini.
Sinyal positif dari pasar domestik
Berbekal pengetahuan dan pengalaman yang lebih baik dalam menangani pandemi dan ditopang oleh tingkat vaksinasi yang semakin tinggi, dampak gelombang ketiga pandemi COVID-19 (“omicron wave”) terhadap perekonomian dan pasar finansial terlihat lebih terbatas dibandingkan gelombang-gelombang sebelumnya di tahun 2020 dan 2021.
Sinyal keberlanjutan pemulihan ekonomi di Indonesia terlihat dengan terjadinya peningkatan siklus investasi dan konsumsi masyarakat yang menjadi katalis penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Peningkatan siklus investasi ditandai dengan kenaikan impor barang mentah dan barang modal, sedangkan peningkatan konsumsi masyarakat terjadi seiring dengan tingginya harga komoditas yang dapat mendorong konsumsi.
Stabilitas nilai tukar rupiah didukung indikator stabilitas makroekonomi seperti suku bunga riil, inflasi, neraca transaksi berjalan, dan cadangan devisa yang menunjukkan perbaikan solid membuat Indonesia lebih kuat dalam menghadapi normalisasi kebijakan moneter global. Selain itu, rendahnya kepemilikan investor asing di pasar modal, baik di pasar saham maupun obligasi, juga menurunkan risiko volatilitas nilai tukar jika terjadi arus dana keluar dari Indonesia saat sentimen global memburuk.
Untuk menjaga keseimbangan antara menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mempertahankan stabilitas rupiah, Bank Indonesia untuk sementara waktu diperkirakan akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan (selama inflasi masih terjaga), namun menaikkan Giro Wajib Minimum secara bertahap hingga September 2022. Dana sekitar Rp200 triliun (1,1% dari PDB) akan ditarik dari sektor perbankan, nilai yang setara dengan 25% dari Rp800 triliun likuiditas yang disuntikkan oleh Bank Indonesia sejak awal pandemi.
Antisipasi kebijakan The Fed
The Fed telah mempertegas perubahan arah kebijakannya, dengan lebih menekankan pada pentingnya penanggulangan inflasi, memberikan sinyal kenaikan suku bunga lebih cepat dan sinyal pengurangan neraca (quantitative tightening). Seiring perubahan arah kebijakan ini, antisipasi pasar terhadap jumlah kenaikan suku bunga menjadi semakin agresif, berada pada kisaran kenaikan 4-5 kali di tahun 2022 ini. Namun, perlu diingat bahwa dalam memutuskan kebijakan, The Fed akan tetap data dependent. Artinya keputusan menaikkan suku bunga akan tetap didasari pada perkembangan data perekonomian terkini, terutama terkait inflasi, arah pertumbuhan ekonomi, dan pandemi COVID-19.
Sangat wajar jika terjadi sedikit volatilitas pasar pada periode kenaikan suku bunga The Fed. Namun stabilitas makroekonomi Indonesia saat ini yang jauh lebih baik dibandingkan dengan data-data periode kenaikan suku bunga The Fed di masa lalu, membuat Indonesia jauh lebih kuat dalam menghadapi kenaikan ini.
Ketegangan geopolitik Rusia – Ukraina
Dalam beberapa pekan terakhir, perhatian dunia tengah berfokus pada ketegangan antara dua negara yang pernah menjadi bagian dari Uni Soviet, yaitu Rusia dan Ukraina. Secara geografis, Ukraina berbatasan langsung dengan Rusia dan Uni Eropa. Secara geopolitik, saat ini Ukraina terlihat lebih mendekat ke Eropa. Perkembangan invasi Rusia ke Ukraina menjadi salah satu risiko yang harus diwaspadai, karena dapat menimbulkan peningkatan volatilitas di pasar finansial dunia. Sebagai negara penghasil komoditas, baik di bidang pertambangan maupun pertanian – terutama gandum, invasi Rusia ke Ukraina dapat menambah beban pada meroketnya inflasi dunia.
*Prospek di pasar saham dan obligasi
Mencermati risiko dan menangkap peluang yang ada, dapat disimpulkan bahwa perbaikan fundamental ekonomi Indonesia berperan sebagai penopang sentimen di pasar saham domestik. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi perubahan kebijakan moneter dan fiskal di tahun ini ditunjukkan oleh aliran dana asing yang masuk secara stabil ke pasar saham Indonesia. Optimisme pemulihan aktivitas ekonomi, fundamental ekonomi yang semakin baik, stabilitas nilai tukar rupiah, serta pendekatan investor yang _forward looking past pandemic_ mendorong masuknya aliran dana asing di pasar saham Indonesia.
Sementara itu, pasar obligasi Indonesia sudah lebih siap dalam menghadapi volatilitas eksternal. Kondisi fundamental yang suportif menjadi penopang pasar obligasi Indonesia di tengah tingginya sentimen eksternal. Fundamental yang suportif terlihat dari imbal hasil riil yang tinggi, defisit neraca berjalan yang mengecil, cadangan devisa yang meningkat, likudiitas domestik yang memadai, dan pasokan yang terkendali.
Di tengah kondisi saat ini, investor harus melakukan diversifikasi portofolio investasi. Investasi pada kedua instrumen, baik saham maupun obligasi, akan menjaga _risk-return_ portofolio investor. Saham dapat menjadi _performance kicker_ yang didukung oleh potensi pemulihan ekonomi, sedangkan obligasi dapat memberikan kinerja yang lebih moderat dengan risiko yang lebih rendah. Keduanya sebaiknya dimiliki oleh investor sebagai diversifikasi aset pada portofolio di tengah kondisi global yang fluktuatif.
Sebagai ilustrasi, dalam setahun terakhir (per akhir Januari 2021 – akhir Januari 2022), reksa dana saham Manulife Saham Andalan (MSA) mencatatkan kinerja sebesar 23,44%. Pada periode yang sama, reksa dana pendapatan tetap Manulife Pendapatan Bulanan II (MPB II) mencatatkan kinerja sebesar 3,37% dan Manulife Obligasi Unggulan (MOU) memberikan imbal hasil sebesar 5,45%. Di tengah kondisi perekonomian yang kondusif, investor tetap disarankan untuk melakukan diversifikasi portofolio dengan porsi yang sesuai dengan tujuan keuangan dan profil risiko masing-masing investor.