PONTIANAK, Cobisnis.com – Direktur Akses Pembiayaan Kemenparekraf/Baperekraf Hanifah Makarim mengatakan, kurangnya minat pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif termasuk UMKM untuk masuk ke pasar modal karena adanya asumsi usaha kecil dan menengah tidak bisa mengakses bursa. Padahal, pelaku UMKM dengan modal tidak terlalu besar dapat masuk ke pasar modal.
Hal tersebut disampaikan Hanifah dalam acara Bincang Pasar Modal dengan tema “Pengenalan Pasar Modal Bagi Para Pelaku UMKM Pariwisata dan Ekonomi Kreatif” yang berlangsung di Hotel Aston, Pontianak, Jumat (28/5/2021).
“Pasar modal ini bisa menjadi satu alternatif pembiayaan untuk mengembangkan usaha bapak ibu pelaku UMKM pariwisata dan ekonomi kreatif. Mungkin selama ini belum dipahami oleh para pelaku usaha, bahwa selama ini kan berasumsi UMKM mana bisa masuk pasar modal. Tapi nyatanya pelaku usaha dengan modal yang tidak terlalu besar pun bisa masuk ke pasar modal,” kata Hanifah.
Oleh karenanya, dikatakan Hanifah, kegiatan ini bertujuan memperkenalkan dunia pasar modal secara garis besar kepada pelaku UMKM pariwisata dan ekonomi kreatif khususnya di Pontianak, Kalimantan Barat.
“Harapan saya dengan adanya acara ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua, memberikan masukan wawasan baru bahwa pasar modal merupakan salah satu alternatif akses pembiayaan pariwisata dan ekonomi kreatif. Kita harus mulai dari sekarang, kalau kita tidak mulai tentunya kita tidak akan menuju ke sana,” ucapnya.
Saat ini terdapat berbagai alternatif sumber pendanaan bagi pelaku UMKM, salah satunya adalah dengan mengajak masyarakat atau publik untuk turut memiliki saham perusahaan melalui kesediaan pemegang saham mayoritas atau pendiri (go public) yaitu melalui skema Initial Public Offering (penawaran umum perdana saham).
IPO dilakukan melalui pasar modal, dengan fasilitator perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dana yang dihimpun dari masyarakat melalui pasar modal tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan perusahaan, seperti peningkatan modal kerja, membayar utang, investasi, kebutuhan akuisisi, dan sebagainya.
Dengan menjadi perusahaan publik maka nilai ekuitas perusahaan akan meningkat sehingga perusahaan memiliki struktur permodalan yang lebih optimal.
Namun, menuju ke sana memang dibutuhkan persiapan dan persyaratan yang terencana. Di antaranya memiliki business plan yang baik dan laporan keuangan. Selain juga informasi legalitas dan lainnya. Pemerintah sendiri telah mempermudah persyaratan bagi UMKM untuk dapat melantai di lantai bursa.
Pakar Ekonomi Ki Saur Panjaitan XIII, menjelaskan bahwa bagi pelaku UMKM yang ingin melantai di pasar modal bisa datang ke Bursa Efek Indonesia. Akan ada incubator atau konsultan yang siap memberikan pendampingan dan penjelasan tentang apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan perencanaan, laporan keuangan, persyaratannya.
“Incubator ini bapak dan ibu bisa tanyakan apa saja untuk melakukan pendampingan mengurus persyaratan yang telah ditentukan,” ujar Ki Saur Panjaitan.
Ia juga menyebut bahwa salah satu hal yang terpenting untuk melantai di pasar modal, pelaku UMKM harus memiliki prospektus yang jelas, seperti penawaran umum perdana saham, analisis dan pembahasan manajemen, hingga prospek usaha.
“Dalam pasar modal yang terpenting Anda memiliki prospektus. Jadi uang dijual adalah prospek yang meyakinkan masyarakat. Sebab, bicara pasar modal adalah bicara informasi yang dikemas dalam sebuah prospektus, sehingga orang akan tertarik memberi prospek ini dalam lembaran-lembaran itu,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia Kalimantan Barat Taufan Febiola, mengimbau pelaku UMKM tidak takut untuk go public dalam mengembangkan usahanya.
“Kita sudah membuat papan perdagangan khusus buat para pelaku startup yaitu papan perdagangan akselerasi. Kalau bapak ibu cermati persyaratannya itu sangat mudah, bahkan syarat minimum aset saja yang diatur adalah maksimumnya, bukan minimumnya, maksimumnya Rp 250 miliar, artinya kalau cuman punya modal Rp 5 miliar, (bahkan) Rp 1 miliar bisa,” jelas Taufan.
“Selama usaha bapak ibu sudah beroperasi secara komersial, sudah mendapatkan pendapatan usaha, bukan laba,” pungkasnya.