JAKARTA, Cobisnis.com – PT Pertamina (Persero) terus memperkuat komitmen dan meningkatkan kepatuhan pada aspek Environment, Social, & Governance (ESG) yang juga mendukung program transisi energi dan penurunan emisi karbon yang diusung perusahaan.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina, Iman Rachman saat membuka Pertamina Energy Webinar, menjelaskan sebagai perusahaan energi Nasional dan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar, Pertamina memainkan peran penting dalam memimpin transisi energi dan pengurangan emisi sektor energi untuk memastikan keberlanjutan.
“Pertamina telah mempersiapkan transisi energi melalui RJPP 2020-2024 dengan target menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 29% pada 2030,”ujarnya.
Iman menambahkan, aspirasi Pertamina dalam penerapan energi hijau dan berkelanjutan diterjemahkan ke dalam delapan pilar transisi energi, antara lain, meningkatkan spesifikasi kilang untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan, pengembangan lebih lanjut bioenergi dalam bentuk biomassa dan bioetanol, mengoptimalkan potensi dan meningkatkan kapasitas panas bumi terpasang, pengembangan green hydrogen, mengambil peran strategis dalam produksi dan pengembangan ekosistem baterai di Indonesia, memperkuat gasifikasi terintegrasi, meningkatkan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan serta Rendah Karbon untuk mengurangi jejak karbon serta pemanfaatan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) untuk memanfaatkan karbon bagi peningkatan produksi beberapa ladang minyak dan gas.
Terkait pemanfaatan CCUS, Pertamina telah menjalin Kerja sama dengan ExxonMobil yang telah ditandatangani pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Glasgow, Skotlandia (1/11/2021).
Stephen Jones, Development Planner for Global CCS Projects ExxonMobil Low Carbon Solutions Company ExxonMobil pada sesi kedua panel Webinar menyampaikan bahwa perusahaan energi global tersebut menyambut baik kemitraan secara berkelanjutan dengan Pertamina dan berharap dapat berkolaborasi dalam peluang bisnis low carbon solutions di Indonesia.
“Bersama dengan Pertamina, kami berharap dapat mendukung tujuan pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi dan mengembangkan bisnis low carbon solutions di Indonesia. Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk penyebaran CCS skala besar, tidak hanya untuk memenuhi ambisi pengurangan emisinya sendiri tetapi juga dapat menjadi pemimpin yang menyediakan solusi CCS untuk Kawasan,” ucap Jones.
Tekad Pertamina dalam penurunan emisi merupakan implementasi dari komitmen pada ESG. Dalam sesi panel 1, Pertamina Energy Webinar, Jonathan Smith, Manager of ESG Research – Sustainalytics mengemukakan dalam penilaian ESG, transisi energi merupakan aspek penting dalam konteks mitigasi dampak perubahan iklim dan mitigasi risiko keuangan serta merupakan peluang bisnis yang semakin menarik bagi investor di sektor energi global.
Menurut Smith, transisi sistem energi global sangat penting, namun tidak boleh mengorbankan kesejahteraan publik atau pembangunan berkelanjutan. Gagasan transisi yang adil juga sangat penting bagi perusahaan minyak nasional yang biasanya menghasilkan pendapatan materiil bagi pemerintah.
“Isu-isu seperti ketahanan energi, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, serta tenaga kerja dan lapangan kerja termasuk pertimbangan yang relevan ketika memikirkan dan bertindak dalam transisi energi,” ujar Smith.
Secara lebih luas, lanjut Smith, ada banyak kemajuan yang dicapai pada data ESG, sehingga lebih berguna dan berwawasan luas. Tetapi karena urgensi menangani isu-isu ESG yang menjadi perhatian investor perusahaan dan pemerintah, maka masih diperlukan peningkatan kualitas data dan ratingnya.
Smith menyebutkan dalam dan penelitian yang dilakukan, Sustainalytics telah menjangkau lebih dari 20.000 perusahaan termasuk seluruh rantai nilai energi mulai dari hulu ke hilir. Untuk saat ini, perusahaannya aktif membantu emiten korporat mengintegrasikan keberlanjutan strategi dan modal proyek.
Sebagaimana diketahui, pada September 2021, Pertamina menerima ESG Risk Rating oleh Sustainalytics sebesar 28,1 dan dinilai berada pada risiko Medium dalam mengalami dampak keuangan material dari faktor-faktor ESG. Risk Rating ini mengalami perbaikan signifikan dari sebelumnya mencapai 41,6 (Severe Risk) pada Februari 2021.