JAKARTA, Cobisnis.com – Panitia Natal Nasional 2025 kembali menyelenggarakan rangkaian Seminar Natal Nasional yang digelar di sembilan kota di seluruh Indonesia. Dengan mengangkat tema “Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga,” yang diambil dari Matius 1:21–24, kegiatan ini bertujuan menguatkan kesadaran publik tentang pentingnya peran keluarga sebagai pusat pembentukan iman, karakter, dan ketahanan sosial bangsa.
Seminar ini merupakan bagian dari agenda besar Natal Nasional 2025, di samping berbagai kegiatan sosial seperti pembagian 10.000 paket bansos, penyaluran bantuan bencana di Sumatra dan Jawa Timur, pemberian beasiswa di 10 wilayah prioritas senilai Rp10 miliar, perbaikan 100 gereja, serta distribusi 35 ambulans di lebih dari 10 titik. Seluruh rangkaian tersebut tidak menggunakan dana APBN, dengan total bantuan yang telah dan akan disalurkan mencapai lebih dari Rp40 miliar.
Panitia melaporkan bahwa hingga kini dana yang terkumpul mencapai Rp47 miliar, yang berasal dari kerja sama lintas agama—umat Kristiani, Muslim, Buddha, serta masyarakat umum. Dukungan luas ini menunjukkan kuatnya solidaritas kebangsaan yang melampaui identitas agama. Panitia juga menetapkan proporsi penggunaan dana: 70% untuk bantuan sosial, dan 30% untuk keperluan penyelenggaraan acara.
Pelaksanaan seminar dilakukan melalui kolaborasi dengan lembaga keagamaan, universitas, organisasi pemuda, serta pemerintah daerah. Selain forum diskusi, panitia juga menargetkan penerbitan buku elektronik berisi hasil kajian untuk menjadi bahan refleksi bagi keluarga Indonesia menghadapi tantangan zaman.
Ketua Umum Panitia Natal Nasional 2025, Maruarar Sirait, menegaskan bahwa seminar ini bukan hanya ajang akademik, tetapi momentum untuk mengajak masyarakat kembali menempatkan keluarga sebagai fondasi kehidupan. “Melalui seminar di sembilan kota, kami ingin membuka ruang dialog mengenai bagaimana keluarga Indonesia dapat bertahan, saling menguatkan, dan menjadi tempat pertama nilai kasih diajarkan,” ujarnya.
Seminar telah dimulai pada 10 Desember 2025 di Bandung bersama Universitas Parahyangan dan PMKRI. Kegiatan berlanjut di Manado (11 Desember)—kolaborasi dengan IAKN Manado, UKIT, GMIM, dan SAG; Palangkaraya (12 Desember) bekerja sama dengan Keuskupan Palangkaraya, IAKN Palangkaraya, dan STIPAS Tahasak Danum Pambelum; Ruteng (13 Desember) bersama Unika St. Paulus Ruteng dan Keuskupan Ruteng; Ambon (15 Desember) dengan UKIM, GPM, IAKN Ambon, dan BKAG; Toraja (18 Desember) bersama UKI Toraja, Gereja Toraja, dan IAKN Toraja; serta Merauke (19 Desember) melalui dukungan Keuskupan Merauke dan PMKRI. Seluruh rangkaian akan ditutup dengan seminar utama di Jakarta, 3 Januari 2026, bersama STFT Jakarta dan Kementerian Agama RI.
Untuk Kota Medan, seminar dilaksanakan bersama GMKI, PGIW, dan Universitas HKBP Nommensen dengan subtema “Iman Ekologi sebagai Harmoni Keluarga dan Alam,” yang menyoroti kerusakan lingkungan dan perlunya kerja bersama mencegah memburuknya kondisi ekologis—terutama melihat bencana yang melanda Sumatra.
Kegiatan di Medan dihadiri 868 peserta. Koordinator Seminar Natal Nasional, Pdt. Prof. Binsar J. Pakpahan, menjelaskan bahwa tiap kota menyelenggarakan seminar sehari penuh berformat pemaparan materi, dialog interaktif, serta penyusunan rekomendasi penguatan keluarga. Hasil rekomendasi akan dipublikasikan secara daring dan disampaikan pada puncak Natal Nasional 2025 pada 5 Januari 2026.
Dalam pesan Natalnya, Pdt. Lenta Enny Simbolon, MDiv, MTh, menekankan berbagai tantangan keluarga modern—mulai dari perceraian, KDRT, kesenjangan generasi, fatherless, masalah ekonomi, judi online, pinjaman online, narkoba, individualisme, hingga bencana alam. “Keluarga adalah gereja kecil, tempat kasih Kristus pertama-tama dihidupi,” ujarnya.
Sementara itu, Ephorus HKBP Pdt. Dr. Victor Tinambunan, MST, menyerukan pentingnya gerakan ekologis bersama sebagai bentuk tanggung jawab terhadap bumi ciptaan Tuhan.
Dukungan serupa disampaikan oleh Juniver Girsang, Opung Sorbatua Siallangan, Jhontoni Tarihoran, Marthin Hutabarat, dan Prima Surbakti yang menegaskan perlunya konsolidasi masyarakat, dari tingkat nasional hingga akar rumput, menghadapi kerusakan lingkungan di Sumatra. Seminar ditutup dengan deklarasi bersama dan penandatanganan Petisi Tutup TPL.














