Cobisnis.com – Neraca perdagangan yang surplus USD1,27 miliar pada Juni 2020, terpantau belum dapat memastikan laju perekonomian membaik. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan laju impor yang masih lemah, akan berdampak pada sektor manufaktur, sehingga perbaikan neraca perdagangan masih harus di cermati.
Dilansir odxchannel.com, Terjadinya surplus pada neraca perdagangan Indonesia, diakibatkan akibat penurunan nilai impor yang lebih tajam dibandingkan dengan ekspor. Berdasarkan data BPS, surplus di Juni terjadi akibat nilai impor yang hanya USD10,76 miliar atau naik 27,56% jika dibandingkan bulan sebelumnya.
“Nilai impor Juni 2020 tersebut jika dibandingkan dengan Juni 2019 masih turun 6,36%, akibat impor migas Indonesia pada Juni 2020 turun 60,47%,” jelas Sri Mulyani seperti dikutip Video Jurnalist (VJ) IDX Channel, Raharjo Padmo, pada Kamis (16/7/2020).
Menteri Keuangan mengatakan bahwa capaian surplus memang bagus, namun saat ini surplus lebih di dorong impor yang turunnya lebih tajam daripada ekspor. Selanjutnya, Sri mulyani mengungkapkan hal ini akan berpengaruh ke sektor produksi manufaktur.
“Namun perbaikan impor secara bulanan menunjukan optimisme bahwa perekonomian nasional kembali pulih pada kuartal III tahun 2020 yang diharapkan juga mendorong ekspor ke depan lebih baik,” katanya.
Kalau impor, ditambahkan Sri Mulyani, kita sudah bisa disubstitusi, “dan saya yakin di Q3 kita membolehkan APD di ekspor karena sudah memproduksi banyak sekali. Maka barang tersebut bisa menopang aktivitas ekonomi dan di sisi neraca perdagangan,” tambahnya.
Kendati demikian, Sri Mulyani berharap ke depannya neraca perdagangan akan sangat di tentukan pemulihan ekonomi domestik dan negara negara mitra dagang penting lainnya. “Jika masa pandemi bisa dilalui, diharapkan perekonomian bisa memulihkan diri pada kuartal IV tahun ini,” pungkasnya.