JAKARTA, Cobisnis.com – Minyak bumi hingga kini masih menjadi salah satu komoditas paling strategis yang menopang roda ekonomi dunia. Meski wacana energi hijau semakin berkembang, peran minyak belum tergantikan sebagai sumber energi utama dalam transportasi, industri, hingga kebutuhan rumah tangga.
Lebih dari 30% kebutuhan energi global saat ini dipasok oleh minyak. Angka ini menunjukkan bahwa ketergantungan dunia terhadap komoditas tersebut masih sangat tinggi, terutama di negara-negara berkembang yang belum siap sepenuhnya beralih ke energi terbarukan.
Harga minyak yang fluktuatif langsung berdampak pada inflasi global. Kenaikan harga energi membuat ongkos produksi meningkat, harga barang naik, hingga memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini terbukti saat harga minyak dunia sempat menembus USD 120 per barel pada 2022, yang kemudian memicu inflasi di berbagai negara.
Negara importir energi seperti Indonesia, India, dan Jepang menjadi pihak paling rentan saat harga minyak melonjak. Biaya impor yang tinggi memperberat neraca perdagangan dan menekan nilai tukar mata uang domestik. Pada akhirnya, daya beli masyarakat ikut terpengaruh.
Di sisi lain, negara pengekspor minyak seperti Arab Saudi, Irak, dan Rusia justru menikmati kenaikan harga karena mampu meningkatkan pendapatan ekspor. Kondisi ini memperlihatkan bagaimana minyak tidak hanya soal energi, tetapi juga instrumen geopolitik yang bisa mengubah keseimbangan global.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tetap menjadi pemain kunci dalam menentukan pasokan global. Kebijakan pengurangan atau peningkatan produksi yang mereka ambil sering kali menjadi faktor utama naik turunnya harga minyak di pasar dunia.
Dalam jangka panjang, transisi energi menuju sumber terbarukan memang tidak bisa dihindari. Namun, pembangunan infrastruktur energi hijau membutuhkan waktu dan investasi besar, sehingga peran minyak diperkirakan masih dominan setidaknya dalam satu hingga dua dekade mendatang.
Industri transportasi global masih sangat bergantung pada minyak, khususnya sektor penerbangan dan logistik laut. Tanpa alternatif energi yang memadai, biaya distribusi barang akan terus ditentukan oleh harga minyak dunia.
Selain itu, minyak juga menjadi bahan baku penting dalam industri petrokimia yang menghasilkan plastik, pupuk, hingga farmasi. Artinya, peran minyak lebih luas dari sekadar bahan bakar, melainkan bagian vital dari rantai produksi global.
Dari perspektif pasar keuangan, harga minyak juga memengaruhi sentimen investor. Lonjakan harga sering memicu capital outflow dari pasar saham negara berkembang menuju aset aman seperti emas dan dolar AS. Dampaknya, volatilitas pasar meningkat dan memperbesar risiko bagi investor.
Dengan semua peran strategis tersebut, minyak dunia masih menjadi penopang utama perekonomian global. Selama transisi energi belum sepenuhnya matang, gejolak harga minyak akan tetap menjadi faktor penting yang membentuk arah pertumbuhan ekonomi dunia.














