JAKARTA, Cobisnis.com – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni kembali menjadi sorotan publik menyusul desakan mundur akibat banjir bandang dan longsor di Sumatra. Kritik muncul karena latar belakang akademiknya dianggap tidak relevan dengan isu teknis kehutanan.
Raja Juli merupakan lulusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Jakarta, kemudian melanjutkan studi magister dan doktoral di bidang peace studies serta political science di Inggris dan Australia. Pendidikan dan fokus akademiknya lebih banyak berkaitan dengan resolusi konflik dan peran agama dalam perdamaian, jauh dari isu kehutanan.
Kondisi ini kembali dipersoalkan saat Komisi IV DPR meminta pertanggungjawaban terkait bencana di Sumatra. Anggota Komisi IV, Usman Husin, menilai Raja Juli tidak memiliki kapasitas memadai untuk menangani kerusakan hutan dan mitigasi bencana.
Dalam rapat bersama DPR, Usman Husin menyarankan Raja Juli mundur untuk menegaskan fokus kementerian pada penanaman kembali hutan gundul dan penghentian izin pelepasan kawasan hutan.
Menanggapi desakan tersebut, Raja Juli mengakui adanya kontribusi kesalahan dari pihaknya dan menyatakan siap dievaluasi. Ia menegaskan bahwa jabatan merupakan hak prerogatif presiden dan tetap menampung semua kritik publik.
Raja Juli menekankan komitmennya untuk bekerja semaksimal mungkin di tengah tekanan yang semakin kuat. Ia menegaskan kementerian tetap fokus pada mitigasi bencana, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan kapasitas internal.
Sejumlah pihak menyoroti perlunya transparansi dalam pengambilan keputusan terkait penataan hutan dan izin pelepasan kawasan. Publik menilai keterbukaan informasi material menjadi kunci agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.
Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa evaluasi internal terus dilakukan, termasuk audit teknis dan manajerial di seluruh unit kerja. Hal ini dilakukan untuk memastikan efektivitas program pengelolaan hutan dan penanganan bencana.
Meski desakan mundur tetap terdengar, Raja Juli mendapat dukungan dari sebagian pihak yang menilai pengalaman akademik dan keahlian resolusi konflik dapat mendukung kerja kementerian dalam jangka panjang.
Pemangku kepentingan dan publik kini menunggu hasil evaluasi DPR dan langkah strategis kementerian, sembari berharap kerja nyata dalam penataan hutan, mitigasi bencana, dan pengelolaan lingkungan bisa lebih optimal.














