NUSA DUA, Cobisnis.com – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Republik Indonesia, Prof. Rachmat Pambudy, membuka 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) dan 2026 Price Outlook dengan pesan kuat tentang pentingnya menjadikan industri kelapa sawit sebagai kekuatan global yang adil, berkelanjutan, dan berperikemanusiaan.
Dalam pidatonya di hadapan ratusan peserta dari dalam dan luar negeri, Rachmat menegaskan bahwa dunia saat ini tengah menghadapi ketidakpastian besar akibat perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan tekanan terhadap sistem pangan dan energi global.
“Sawit adalah bagian penting dari solusi dunia. Ia menyediakan pangan, energi, serat, dan penghidupan bagi jutaan orang. Namun, pertumbuhannya harus dikelola dengan bijak, seimbang antara produktivitas dan keberlanjutan,” ujar Rachmat dalam pidatonya di Nusa Dua, Kamis (13/11/2025).
Menurut Rachmat, bagi Indonesia, sawit bukan sekadar komoditas ekonomi, tetapi “jembatan persahabatan, jembatan perdamaian, dan jembatan kemanusiaan” yang menghubungkan bangsa-bangsa di dunia melalui kerja sama dan nilai-nilai bersama.
Sebagai anggota komunitas global yang bertanggung jawab, Indonesia berkomitmen mengelola sumber daya alamnya berdasarkan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang menyatukan kesejahteraan manusia, planet, dan kemakmuran dalam satu visi.
“Kemajuan kita tidak boleh dibayar dengan kerusakan alam atau masa depan generasi berikutnya,” tegasnya.
Rachmat juga mengingatkan agar industri sawit global mengedepankan keadilan bagi petani kecil dan pekerja perkebunan mereka yang menopang rantai pasok sawit dunia. Ia mengutip filosofi kearifan lokal Bali, Tri Hita Karana, yang menekankan tiga harmoni: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.
Rachmat menjelaskan bahwa sektor sawit memainkan peran sentral dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menuju Indonesia Emas 2045, dengan visi menjadi negara berpendapatan tinggi, bebas kemiskinan dan ketimpangan, serta mencapai net-zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Industri sawit tidak hanya menopang ekspor dan menyerap jutaan tenaga kerja, tetapi juga menjadi tulang punggung bagi pengembangan biofuel, oleokimia, dan industri hijau nasional.
“Sawit berkontribusi langsung pada SDGs: menciptakan lapangan kerja hijau, mengurangi kemiskinan, dan mempercepat transisi dari energi fosil menuju energi terbarukan,” jelasnya.
Menteri Bappenas juga menyoroti kampanye hitam dan diskriminasi terhadap sawit di beberapa negara, yang menurutnya kerap mengabaikan fakta ilmiah dan kemajuan nyata Indonesia dalam keberlanjutan.
Ia menegaskan kemenangan Indonesia dalam sengketa sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai bukti bahwa kebijakan biofuel dan energi terbarukan Indonesia sesuai aturan perdagangan internasional.
“Kemenangan ini bukan hanya hukum, tetapi juga moral. Dunia harus mengakui peran strategis sawit dalam agenda keberlanjutan global,” tegas Rachmat.
Pemerintah, lanjut Rachmat, tengah memperkuat program replanting nasional, memperluas sistem ketelusuran digital (traceability), dan memperkuat sertifikasi ISPO agar diakui secara global.
Selain itu, pemerintah juga mendorong hilirisasi sawit melalui pengembangan sustainable aviation fuel (SAF) dan bahan biodegradable berkualitas tinggi, guna menciptakan pertumbuhan hijau yang tangguh dan berdaya saing.
“Sawit bukan sekadar produk, tapi kisah kemanusiaan. Lewat kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, petani, dan konsumen, kita bisa menjadikan sawit sebagai kekuatan peradaban untuk kebaikan dunia,” tutupnya.














