JAKARTA, Cobisnis.com – Badan Gizi Nasional (BGN) meminta seluruh dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak menggunakan makanan olahan pabrik. Seluruh menu MBG diarahkan berasal dari produksi warga sekitar dapur layanan.
Kebijakan ini menegaskan bahwa MBG tidak hanya berfungsi sebagai program pemenuhan gizi, tetapi juga sebagai penggerak ekonomi lokal. UMKM, koperasi, hingga kelompok ibu rumah tangga didorong menjadi pemasok utama.
Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menyebut arahan tersebut sudah tertuang dalam Pasal 38 ayat 1 Perpres Nomor 115 Tahun 2025. Aturan itu memprioritaskan produk dalam negeri dan pelibatan usaha kecil.
Menurut Nanik, makanan seperti biskuit dan roti dari perusahaan besar tidak lagi dianjurkan masuk dapur MBG. Menu diharapkan diproduksi langsung oleh warga sekitar lokasi dapur.
BGN menilai skema ini dapat memperpendek rantai pasok pangan sekaligus menjaga kualitas makanan yang dikonsumsi anak-anak. Selain itu, perputaran ekonomi terjadi langsung di tingkat lokal.
Contoh penerapan kebijakan ini terlihat di Depok, Jawa Barat. Di wilayah tersebut, roti dan lauk MBG dibuat oleh orang tua siswa dan pelaku UMKM rumahan.
Produk yang dihasilkan pun beragam, mulai dari bakso rumahan, nugget homemade, hingga rolade. Seluruhnya diproduksi dengan standar kebersihan yang disesuaikan ketentuan pemerintah.
Meski demikian, BGN menekankan pentingnya izin Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Izin ini menjadi syarat utama agar produk UMKM bisa masuk ke dapur MBG.
PIRT diterbitkan oleh Dinas Kesehatan kabupaten atau kota dengan rekomendasi DPMPTSP. Izin ini berlaku untuk produk pangan berisiko rendah hingga menengah.
BGN pun meminta pemerintah daerah aktif mempermudah proses perizinan. Dukungan birokrasi dinilai krusial agar UMKM bisa terlibat optimal dalam program MBG.
Langkah ini diharapkan memperkuat ketahanan pangan lokal sekaligus menciptakan dampak ekonomi langsung bagi masyarakat sekitar dapur MBG.














