JAKARTA, Cobisnis.com – Penyaluran kredit perbankan di Indonesia masih tersendat akibat lemahnya permintaan dari dunia usaha. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit menganggur (undisbursed loan) mencapai Rp 2.304 triliun per Juni 2025, naik dari Rp 2.152 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Lonjakan ini menjadi cerminan bahwa likuiditas bukan lagi masalah utama, melainkan rendahnya penyerapan dana oleh debitur.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai peningkatan kredit menganggur merupakan sinyal kuat bahwa persoalan ada di sisi permintaan.
Menurutnya, meski likuiditas melimpah, korporasi lebih berhati-hati dengan menunda ekspansi atau menggunakan kas internal lebih dulu. Kondisi ini juga berkaitan erat dengan eksekusi proyek yang belum siap dijalankan.
Josua menegaskan, dana Rp 200 triliun yang digelontorkan pemerintah ke bank pelat merah akan lebih efektif bila diarahkan ke sektor yang cepat berputar.
Jika tidak, dana tersebut lebih aman ditarik kembali karena hanya menekan marjin perbankan. Ia menambahkan, penyaluran sebaiknya difokuskan pada sektor prioritas yang sudah didukung kebijakan Kemenkeu dan Bank Indonesia.
Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, mengungkapkan tren kredit menganggur juga dipengaruhi oleh sikap wait and see korporasi. Menurutnya, investor masih menunggu penurunan bunga kredit dan perbaikan kondisi ekonomi serta stabilitas keamanan sebelum mengeksekusi rencana ekspansi.
CIMB Niaga mencatat posisi kredit menganggur sebesar Rp 112,65 triliun pada Juli 2025, meningkat dibanding Rp 105,25 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Lani berharap menjelang kuartal IV-2025 permintaan kredit bisa membaik seiring stabilisasi ekonomi.
Sementara itu, Corporate Secretary BSI, Wisnu Sunandar, mengatakan kenaikan kredit menganggur juga disebabkan ketidakpastian makroekonomi dan geopolitik global. Walaupun tren suku bunga mulai turun, korporasi masih menunggu stabilisasi sebelum menarik kredit.
Data BSI menunjukkan kredit menganggur mencapai Rp 1,09 triliun per Juli 2025, tumbuh 17% secara tahunan (YoY). Wisnu optimistis tren pencairan pembiayaan akan membaik hingga akhir tahun seiring berjalannya stimulus pemerintah dan perbaikan likuiditas.
Menurut Wisnu, kondisi saat ini lebih mencerminkan kehati-hatian korporasi dalam menentukan waktu ekspansi ketimbang lemahnya permintaan riil. Hal ini dianggap wajar karena banyak proyek pemerintah masih berada di tahap persiapan.
Jika situasi ini terus berlanjut, bank diperkirakan harus mengelola kembali strategi penyaluran kredit. Pasalnya, kredit menganggur yang terus meningkat berpotensi menekan efisiensi intermediasi dan berdampak pada profitabilitas sektor perbankan.
Meski demikian, perbankan tetap optimistis bahwa semester II-2025 akan menjadi momentum pemulihan. Kombinasi program pemerintah, stimulus fiskal, serta tren pelonggaran suku bunga diharapkan mendorong korporasi lebih agresif menarik kredit.














