JAKARTA, Cobisnis.com – PT Mandiri Sekuritas menaikkan proyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir tahun 2024 menjadi 7.800 dengan bull case mencapai 8.000. Sebelumnya IHSG diproyeksikan di level 7.460 dengan bull case 7.640.
Head of Equity Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan proyeksi tersebut telah memperhitungkan penurunan suku bunga The Fed dan BI vang lebih agresif.
Menurut Adrian kuatnya imbal hasil lebih lanjut akan menjadikan IHSG sebagai kelas aset yang menarik saat ini dengan pendapatan 8 persen dan imbal hasil dividen 5 persen.
“Dengan membaiknya cakupan pasar dan revisi laba yang positif baik pada saham-saham berkapitalisasi besar maupun menengah, IHSG masih tetap menarik mengingat menguatnya nilai tukar Rupiah pada kuartal ini,” ujarnya dalam keterangan resminya, Selasa, 3 September.
Selain itu, Adrian menyampaikan penguatan IHSG juga dapat tetap menguat di antara proksi yang sensitif terhadap tingkat suku bunga (rate sensitive proxies) dan posisi tetap ringan di sektor consumer cyclicals (retail, otomotif, dan teknologi), serta towercos.
“Kami memproyeksikan IHSG bisa mencapai 7.800-8.000 pada akhir tahun 2024,” jelasnya.
Adrian mengatakan Mandiri Sekuritas menaikkan target IHSG dari 7.460 karena telah menaikkan asumsi penurunan suku bunga The Fed dari 25 bps menjadi 50-75 bps, dengan penurunan suku bunga BI yang lebih agresif yaitu sebesar 50 bps, bukan 25 bps.
“Pasar kini mengabaikan penurunan suku bunga Fed sebesar 100 bps tahun ini, yang masih bisa berubah,” ujarnya.
Sementara untuk valuasi IHSG, Adrian menyampaikan khususnya saham-saham big caps, masih tergolong murah. Meskipun imbal hasil INDOGB10Y telah menurun dari 7,2 persen menjadi 6,6 persen.
“Penurunan lebih lanjut ke level rendah -6 persen dan <6 persen akan menjadikan IHSG sebagai kelas aset yang menarik di dalam negeri, mengingat imbal hasil pendapatan 8 persen dan imbal hasil dividen 5 persen,” ucapnya.
Di sisi lain, Adrian menyampaikan market breadth juga membaik tidak seperti pada tahun 2023 ketika 4 bank besar menjadi penggerak indeks, revisi pendapatan, dan arus asing. Perusahaan berkapitalisasi besar maupun berkapitalisasi kecil-menengah SMID mengalami peningkatan rasio revisi EPS dalam dua bulan terakhir.
Sementara apresiasi rupiah sebesar 5 persen pada kuartal ini dan stabilnya penurunan harga batu bara year-on-year akan membalikkan pertumbuhan year-on-year pada EBIT korporasi eks-bank menjadi positif.
Adrian menyampaikan penguatan rupiah juga akan meningkatkan ruang baqi pelonggaran kebijakan dalam negeri, seperti penurunan suku bunga yang diperkirakan sebesar 50 bps tahun 2024 dan ekspansi likuiditas dibandingkan dengan Semester 1 2024.
“Hal ini akan berdampak positif terhadap biaya dana bank, dan juga bagi perusahaan yang memiliki leverage tinggi,” sebutnya.
Sementara, Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja (APBN) tahun 2025, dengan pertumbuhan pendapatan yang lebih kuat sebesar 6,9 persen dan pertumbuhan belanja yang lebih lambat sebesar 5,9 persen, menghasilkan defisit fiskal yang lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,5 persen, menguntungkan bagi obligasi dan rupiah.
“Meskipun proksi konsumsi beberapa saham tetap menjadi pilihan utama karena adanya jaring pengaman sosial yang mendukung, kehati-hatian fiskal menjadi pertanda baik bagi kuatnya nilai tukar mandiri sekuritas rupiah, yang mendukung proksi pendapatan menengah ke atas, yang didorong oleh potensi diskresi pemulihan belanja,” jelasnya.
Adrian menambahkan rencana kenaikan PPN dan reformasi perpajakan dapat menimbulkan hambatan pertumbuhan jangka pendek, namun diperkirakan akan memperbaiki rasio pajak dan kekuatan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang.
“Reksa dana domestik, berdasarkan data bulan Juli 2024, memiliki posisi yang kuat pada sektor consumer non-cyclicals, infrastruktur, Big-4 Banks, dan properti, telekom, towercos, dan consumer cyclicals yang mendapatkan keuntungan dari penurunan suku bunga dan penguatan rupiah,” katanya.