JAKARTA,Cobisnis.com – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melakukan kerja sama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui program desa devisa. Kolaborasi ini bertujuan meningkatkan kapasitas pelaku industri kecil dan menengah berorientasi ekspor dalam menghadapi pasar global.
Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan antara LPEI dan Kemenperin, sekaligus meresmikan Desa Devisa Klaster Gula Semut di Desa Bumisari, Kabupaten Purrbalingga, Jawa Tengah.
Direktur Eksekutif LPEI Rijani Tirtoso menyampaikan, program ini bukan hanya melibatkan satu kementerian, tetapi lebih dari satu yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan yang didukung Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. “Kabupaten Purbalingga menjadi salah satu desa devisa yang kita kembangkan. Ini adalah salah satu acara yang menjadi momentum peningkatan ekonomi daerah dari kabupaten Purbalingga,” katanya dalam acara penandatangan kerja sama sekaligus peresmian desa devisa secara virtual, Senin, 30 Mei.
Sekadar informasi, Purbalingga memang sudah banyak menghasilkan produk-produk ekspor yang terkenal di dunia. Salah satunya adalah rambut palsu dan bulu mata palsu, termasuk juga knalpot.
Karena itu, Rijani berharap kedepannya dengan adanya program Desa devisa ini bisa mengantarkan gula semut atau gula kelapa organik produksi Purbalingga menjadi produk selanjutnya yang mendunia.
“Sebagai wujud konkret yang ingin menjadi Desa devisa tentunya ini menjadi tonggak pertama yang penting. Namun kita perlu pastikan sustainability-nya kita jaga dalam konteks produksi dalam kontekstualitas dan keberlangsungannya. Sehingga betul-betul kita mempunyai nama yang baik di dunia,” jelasnya.
Ada sekitar 12 desa yang terpilih sebagai desa devisa klaster gula semut di Kabupaten Purbalingga yang terdiri dari 1.800 petani. Nantinya mereka akan dimonitor Kementerian Perindustrian dan LPEI serta dibina oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
“Kami juga pada kesempatan ini memberikan bantuan berupa dapur dan kotak penyimpanan gula semut sehingga keberlangsungan produksi dengan kualitas yang baik dapat kita terus jaga,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengucapkan terima kasih karena Kabupaten Purbalingga telah dipilih menjadi desa devisa klaster gula semut.
Ia mengakui bahwa banyak sekali bantuan dan pendampingan yang telah diberikan oleh Kementerian Perindustrian kepada para usaha kecil menengah yang ada di Kabupaten Purbalingga. Satunya adalah KUB Sentral Agro Lestari yang bergerak di industri gula semut atau gula kelapa organik.
“Sekali lagi kami mewakili pemerintah sekaligus KUB Sentral Agro Lestari ini sungguh mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Perindustrian yang telah menunjuk Desa Bumisari, Kabupaten Pubalingga sebagai lokus pengembangan industri kecil dan menengah yang berskala ekspor,” tuturnya.
Dyah berharap program ini bisa membuahkan hasil yang maksimal dan mampu meningkatkan kejesahteraan petani gula kelapa yang ada di Purbalingga maupun di kabupaten lain. Ia juga berharap hasil dari kegiatan ini mampu meningkatkan perekonomian daerah maupun perekonomian nasional.
Lebih lanjut, Dyah mengatakan Kabupaten Purbalingga memiliki potensi yang sangat luar biasa. Menurut dia, tidak hanya gula semut tapi Purbalingga juga terkenal akan ekspor rambut palsu dan bulu mata palsu. Bahkan menjadi produsen terbesar kedua di dunia setelah Guangzhou, China.
Dyah mengatakan Purbalingga juga dikenal dengan potensi knalpot Purbalingga, produk ini juga sudah mendunia. Bahkan, Mercedes-Benz pun menggunakan salah satu knalpot buatan asli Purbalingga.
“PDRB Kabupaten Purbalingga memang ini didominasi oleh sektor pertanian. Di bidang pertanian kita punya potensi gula kelapa yang memang sudah sangat mendunia. Karena gula kelapa buatan Purbalingga ini sudah banyak diekspor ke Amerika, Eropa bahkan sampai ke Jepang dan juga Yunani,” jelasnya.
Menurut Dyah, permintaan gula semut atau gula kelapa organik produksi Purbalingga mmengalami permintaan yang meningkat pesat belakangan ini.
“Ini tentunya karena masyarakat di luar negeri sana sangat konsen yang namanya healthy life style,” tuturnya.