JAKARTA, Cobisnis.com – Empat pihak, yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Standard Chartered, Conservation International, dan Konservasi Indonesia resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk mendukung Indonesia Seaweed Initiative—sebuah langkah kolaboratif lintas sektor yang bertujuan mempercepat hilirisasi komoditas rumput laut serta memperkuat ekonomi biru Indonesia.
Inisiatif ini menandai awal kerja sama strategis antara sektor privat, lembaga keuangan, NGO, dan asosiasi bisnis untuk mengoptimalkan potensi besar industri rumput laut Indonesia yang selama ini belum tergarap maksimal. Saat ini, hanya sekitar 0,8% dari total potensi lahan rumput laut yang dimanfaatkan, dan sebagian besar produk masih diekspor dalam bentuk mentah.
Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan, hilirisasi rumput laut bukan hanya soal industrialisasi, melainkan juga membangun ecosystem enabler yang menyatukan riset, infrastruktur logistik, pembiayaan inovatif, serta transfer teknologi bagi para petani. “Kami ingin mendorong terbentuknya roadmap bersama lintas sektor yang menjadikan rumput laut sebagai komoditas strategis. Tujuannya bukan hanya meningkatkan nilai ekspor, tapi juga memperkuat rantai pasok dalam negeri dan membuka akses pasar global berbasis keberlanjutan,” ujarnya.
Melalui Indonesia Seaweed Initiative, keempat pihak sepakat membangun ekosistem terintegrasi dari hulu ke hilir. APINDO akan berperan dalam koordinasi sektor usaha, Conservation International dan Konservasi Indonesia memberikan dukungan riset ilmiah serta analisis lingkungan, sementara Standard Chartered menghadirkan dukungan pembiayaan berkelanjutan melalui pendekatan blended finance.
CEO Standard Chartered Indonesia Donny Donosepoetro OBE menilai, industri rumput laut adalah sektor strategis dengan potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung agenda iklim global. “Kami berkomitmen memperluas akses modal bagi pelaku industri lokal sekaligus mengurangi risiko bagi investor. Jika berhasil, model ini bisa direplikasi di negara lain untuk membangun rantai pasok global yang berkelanjutan,” ujarnya.
Sementara itu, Conservation International menegaskan pentingnya menjaga ekosistem laut yang sehat sebagai fondasi ekonomi biru. Bjorn Stauch, Senior Vice President Nature Finance Conservation International, menyebut pihaknya fokus pada praktik budi daya berbasis sains, termasuk pemilihan lokasi, pemantauan kualitas air, dan penerapan sertifikasi berkelanjutan.
Meizani Irmadhiany, Senior Vice President & Executive Chair Konservasi Indonesia, menambahkan bahwa inisiatif ini juga menempatkan komunitas pesisir sebagai pusat transformasi. “Kami akan memperkuat kapasitas masyarakat melalui pelatihan, pendampingan, dan teknologi tepat guna agar mereka bisa berdaya dan memperoleh manfaat ekonomi secara adil,” katanya.
Dengan kontribusi lebih dari 60% terhadap produksi rumput laut global, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadikan sektor ini sebagai katalis transformasi ekonomi pesisir. Indonesia Seaweed Initiative diharapkan mampu mendorong perubahan menuju industri laut yang inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan—sekaligus menempatkan Indonesia di posisi strategis dalam peta ekonomi biru dunia.













