Cobisnis.com – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan neraca perdagangan Indonesia pada September 2020 surplus sebesar USD 2,44 miliar. Peningkatan kinerja perdagangan tersebut merupakan sinyal kembali pulihnya perekonomian nasional.
“Surplus bulan September 2020 mencapai USD 2,44 miliar. Surplus ini merupakan surplus bulanan ketujuh
kalinya sepanjang tahun 2020 dan melanjutkan tren surplus lima bulan berturut-turut sejak bulan Mei 2020,” kata Mendag Agus di Yogyakarta, Jumat (16 Oktober 2020).
Menurut Agus, peningkatan surplus perdagangan tersebut terutama disebabkan surplus nonmigas menjadi USD 2,91 miliar. Komoditas penyumbang surplus pada bulan September 2020 antara lain lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15); bahan bakar mineral (HS 27); serta besi dan baja (HS 72).
Sementara itu, negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina menyumbang surplus nonmigas terbesar selama September 2020 yang jumlahnya mencapai USD 2,13 miliar.
Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia pada Januari–September 2020 tercatat surplus USD 13,51
miliar. Surplus tersebut bahkan telah melampaui surplus neraca perdagangan tahun 2017 yang mencapai USD 11,84 miliar, yang merupakan nilai surplus tertinggi dalam lima tahun terakhir (2015–2019).
Ekspor September 2020 Menguat
Pada September 2020, nilai total ekspor Indonesia mencapai USD 14,0 miliar, tercatat sedikit di atas rata-rata
nilai ekspor awal tahun 2020 (Januari–Maret) yang sebesar USD 13,9 miliar per bulan. Peningkatan kinerja ekspor Indonesia pada September 2020 sebesar 7 persen dibandingkan bulan sebelumnya (MoM) ini didorong
adanya kenaikan ekspor migas (17,4 persen MoM) maupun nonmigas (6,5 persen MoM).
“Ekspor Indonesia menunjukkan tren penguatan setelah mengalami kontraksi terdalam pada Mei 2020 akibat dampak negatif pandemi Covid-19,” jelas Mendag Agus.
Sektor pertanian dan industri turut berkontribusi terhadap surplus September 2020.
“Peningkatan ekspor nonmigas bulan September 2020 disebabkan oleh melonjaknya ekspor sektor pertanian dan industri, masing-masing sebesar 20,8 persen dan 7,4 persen MoM.”
Produk ekspor pertanian yang meningkat pesat pada September 2020 dibandingkan Agustus 2020 adalah
sayuran (naik 80,3 persen), buah-buahan (naik 13,8 persen), serta kopi, teh, dan rempah-rempah (naik 25,8 persen).
Sementara itu, produk utama sektor industri yang meningkat pesat di antaranya besi dan baja (naik
32,5 persen), kendaraan dan bagiannya (naik 28,3 persen), serta lemak dan minyak hewan/nabati (naik 13,1
persen).
Secara umum, ekspor nonmigas Indonesia ke pasar utama pada September 2020 turut meningkat. Ekspor ke China, AS, dan Jepang masing-masing meningkat sebesar 6,6 persen, 4,1 persen, dan 8,1 persen (MoM). Sementara itu, ekspor ke kawasan negara-negara berkembang relatif menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Sebagai contoh, ekspor ke Afrika Timur pada September 2020 tumbuh 44,7 persen (MoM); sedangkan ke wilayah Amerika Tengah tumbuh 43,1 persen (MoM).
Ekspor ke Asia Tenggara yang juga merupakan pasar utama Indonesia turut naik 7,2 persen MoM.
Secara kumulatif, kinerja ekspor nonmigas Indonesia periode Januari – September 2020 turun 3,8%
dibandingkan Januari – September 2019 (YoY). Meskipun demikian, terdapat produk ekspor utama yang meningkat seperti produk lemak dan minyak hewan/nabati (11,5 persen YoY), besi dan baja (36,3 persen YoY), logam mulia dan perhiasan/permata (32,4 persen YoY), serta alas kaki (7,6 persen YoY).
Perbaikan kinerja ekspor bulanan Indonesia sejak Juni hingga September 2020 sejalan dengan membaiknya
kondisi perekonomian global.
Sebagai contoh, Singapura yang merupakan hub perdagangan bagi Indonesia di pasar global mengalami pertumbuhan yang lebih baik di triwulan III 2020 dibandingkan triwulan sebelumnya, meskipun masih tumbuh negatif.
Membaiknya perekonomian global juga tercermin pada proyeksi IMF pada World Economic Outlook yang dirilis pada Oktober 2020, yang merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi
global tahun 2020 dari sebelumnya -4,9 persen menjadi -4,4 persen.
Faktor yang mendorong mulai membaiknya perekonomian global, antara lain adalah mulai diakhirinya karantina wilayah (lockdown) ataupun diterapkannya lockdown parsial, serta pemulihan ekonomi RRT yang lebih cepat dari ekspektasi sebelumnya.
Impor Bahan Baku dan Penolong pada September 2020 Meningkat
Impor bulan September 2020 tercatat sebesar USD 11,6 miliar atau naik 7,7 persen dibandingkan Agustus 2020. Peningkatan impor diakibatkan oleh kenaikan impor bahan baku/penolong dan barang modal.
“Peningkatan kedua kategori barang ini merupakan indikasi bahwa industri dalam negeri kembali bergeliat dan diharapkan mendukung kinerja eskpor pada bulan selanjutnya,” jelas Mendag Agus.
Bahan baku/penolong yang mengalami peningkatan antara lain biji gandum, gula mentah, dan besi/baja paduan mengandung kromium. Peningkatan impor biji gandum dan gula seiring dengan industri makanan dan
minuman yang masih tumbuh selama tahun 2020.
Sementara itu, barang modal yang mengalami peningkatan adalah tanur/oven listrik industri, kapal, dan tanker. Selain industri manufaktur yang diperkirakan kembali pulih, sektor transportasi laut juga diperkirakan mengalami peningkatan.
Secara kumulatif, nilai impor Januari–September 2020 mencapai USD 103,7 miliar yang didominasi impor
non-migas sebesar USD 93,1 miliar atau dengan pangsa sebesar 89,8 persen. Impor nonmigas periode Januari –
September 2020 turun 16,0 persen YoY, sedangkan volume impornya turun 5,5 persen YoY.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya aktivitas perekonomian domestik yang mengandalkan pasokan dari impor tidak terkontraksi terlalu dalam.
“Perkembangan kinerja ekspor maupun impor Indonesia pada Juli – September 2020 yang cenderung menguat
merupakan indikasi kuat bahwa perekonomian Indonesia akan segera kembali pulih dan titik kritis dampak
negatif pandemi Covid-19 telah berlalu. Selain itu, sektor perdagangan luar negeri akan menjadi salah satu
penopang membaiknya perekonomian Indonesia pada triwulan III 2020.”