JAKARTA, Cobisnis.com – Perkembangan teknologi digital membuat persaingan bisnis semakin gencar dan memudahkan perusahaan terhubung dengan konsumennya. Diplomat Success Challenge (DSC) 12, kompetisi wirausaha terdepan di Indonesia yang digelar oleh Wismilak Foundation, kembali menghadirkan webinar bersama MarkPlus Institute dengan tajuk “Leveraging Digital Technologies for Business Starter”.
Menghadirkan pembicara, Rama Mamuaya selaku CEO Daily Social, Ivan Tigana selaku CCO Nodeflux, serta alumni DSC X yaitu Atha Mutiara Laksmi selaku CEO Hear Me. Ketiganya berbagi insight bagaimana peluang penerapan teknologi digital dan tips mengimplementasikannya untuk para pelaku bisnis pemula maupun bisnis rintisan.
Situasi pandemi memang melahirkan perubahan signifikan khususnya dalam daya adopsi digital, dimana banyak kebiasaan baru bertumpu kepada teknologi digital. Adopsi teknologi telah mengubah perilaku masyarakat, dari yang sebelumnya offline menjadi online dengan efek yang sangat masif. Dimana sebanyak 55% masyarakat menghabiskan waktunya dalam sehari secara online.
Selain itu hanya di tahun 2020 saja, ada 10 juta penambahan online shopper baru. Dibandingkan dengan rata-rata tahun sebelumnya, jumlah kenaikan online shopper hanya sekitar 5-6 juta. Sehingga pentingnya mengembangkan teknologi digital, sekaligus menjadi peluang yang menjanjikan bagi entrepreneur maupun yang ingin memulai bisnis.
Rama Mamuaya, Founder Daily Social, sebuah media yang banyak mengupas bisnis teknologi dan ekosistem startup, menyarankan siapa pun yang berencana memulai bisnis di era sekarang, dituntut lebih inovatif dalam memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan pelayanan baru dan pengalaman lebih baik bagi pelanggan. L
ebih lanjut Rama memprediksi tech startup atau perusahaan yang menghasilkan dan menjual teknologi industri, menjadi sektor bisnis yang paling potensial di masa kini dan mendatang. Diantaranya seperti sektor bisnis yang menawarkan digital transformation, pengembangan UMKM, serta logistik.
Terlebih bisnis bidang health care dan pendidikan berbasis teknologi, yang berkembang signifikan selama penerapan social distancing. “Kuncinya bagi mereka yang ingin memulai bisnis tech startup adalah jeli mengakomodasi kebutuhan masyarakat, serta inovatif dalam menjawab problem yang ada,” papar Rama.
Peningkatan adaptasi teknologi Artificial Intelligence (AI) pada sektor pemerintah & swasta selama pandemi, mengalami peningkatan. Pernyataan ini didukung oleh data yang dilansir McKinsey & Company bahwa saat ini Indonesia menjadi salah satu negara tercepat dalam melakukan adopsi digital.
Ivan Tigana, CCO Nodeflux, perusahaan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence mengatakan, “Adaptasi digital ini salah satunya melalui pemanfaatan face recognition yang terjadi pada transformasi digital pelayanan publik hingga transaksi perbankan digital.”
Menurut Ivan, AI bukan seakan-akan teknologi yang akan menggantikan manusia, melainkan bagaimana AI sangat membantu manusia, misalnya dalam decision making dan efisiensi proses. AI sangat membantu dalam mengumpulkan data secara transparan, sehingga membantu pengguna dalam mengambil keputusan.
Terutama bisnis yang orientasinya direct to customer. Sehingga meningkatkan customer experience hingga personalized service yang menyenangkan, dll. Contoh lain dalam segi operasional bisnis, adaptasi teknologi AI terbukti meningkatkan efisiensi.
Dalam sesi diskusi bagaimana para pelaku usaha ingin memulai bisnis yang mengembangkan teknologi digital, Ivan memaparkan langkah sederhana sebelum memulai bisnis dengan pengembangan AI berdasarkan strategi yang berhasil diimplementasikan oleh Nodeflux.
Pertama, ketahui stakeholder dalam bisnis ini. Kedua, tentukan core positioning dan business model seperti apa. Ketiga, pahami ekosistem bisnis supaya pada implementasinya bisa memahami proses delivery bisnis akan seperti apa.
Terakhir dan tak kalah penting, pahami hal-hal yang berkaitan dengan regulasi yang ada, termasuk juga tidak tertutup kemungkinan potensi bekerjasama dengan pemerintah.
Sejalan dengan Ivan Tigana, Athalia Mutiara Laksmi, CEO Hear Me, percaya bahwa teknologi digital dapat membantu manusia. Baginya, teknologi digital dapat dipakai untuk kesejahteraan semua orang, termasuk kaum difabel.
Bersama dengan teman-temannya, Atalia memiliki ide bisnis berbasis teknologi digital berupa aplikasi yang membantu penyandang difabel tuli dan tuna rungu yang diberi nama Hear Me.
Sebuah aplikasi penerjemah bahasa isyarat Indonesia pertama dengan tampilan 3D animasi. Ide awal hadirnya aplikasi ini sederhana, yaitu bertujuan untuk menjembatani komunikasi penyandang tuna rungu.
“Saat mengikuti DSC X di tahun 2019, Hear Me masih berupa ide dan prototype bisnis saja. Kemudian, dalam proses mengikuti DSC hingga berhasil menjadi finalis, Hear Me terus berkembang melalui sejumlah pendampingan DSC, sehingga kini Hear Me telah meluncurkan aplikasinya,” ujar Athalia.
Program Initiator DSC, Edric Chandra, menegaskan, “DSC tidak membatasi ide bisnis atau kategori khusus. Yang penting adalah memiliki ide bisnis yang segar. Kemajuan teknologi seharusnya diikuti dengan ide-ide kreatif menciptakan solusi dari masalah sosial yang ada di lingkungan kita. Sama seperti bisnis teknologi digital yang dikembangkan Athalia. Kemajuan teknologi seharusnya diikuti dengan ide-ide kreatif menciptakan solusi dari masalah sosial yang ada di lingkungan kita. Bahkan bisnis ini pun berdampak baik bagi masyarakat,” ungkap Edric.
DSC 12 mengundang masyarakat Indonesia, baik yang sudah menjalankan bisnis ataupun baru sebatas ide, untuk siap meraih peluang bisnis dan #BikinGebrakan untuk Indonesia.