JAKARTA, Cobisnis.com – Ketergantungan warga Amerika Serikat pada mobil pribadi bukan sekadar kebiasaan, tetapi bagian dari struktur ekonomi nasional. Mobil telah menjadi fondasi pertumbuhan konsumsi, penopang industri besar, hingga pembentuk pola pembangunan kota selama puluhan tahun.
Secara historis, perkembangan wilayah suburban yang pesat membuat permintaan properti melonjak dan mendorong harga tanah naik. Pola pemukiman yang melebar ini menciptakan aktivitas ekonomi baru di pinggiran kota, sekaligus meningkatkan pendapatan pajak daerah dari sektor properti.
Industrialisasi otomotif juga menjadi pilar penting ekonomi AS. Perusahaan seperti Ford, General Motors, dan Stellantis menyerap jutaan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung. Efeknya mengalir ke berbagai sektor pendukung seperti baja, karet, elektronik, dan pembiayaan kredit kendaraan.
Pengeluaran rumah tangga untuk mobil turut memutar konsumsi nasional. Biaya kredit, perawatan, asuransi, parkir, hingga pembelian bensin membentuk belanja rutin bernilai besar. Di beberapa negara bagian, belanja transportasi bahkan menjadi salah satu komponen terbesar dalam post konsumsi keluarga.
Harga bensin yang cenderung murah akibat pajak bahan bakar rendah membuat kendaraan pribadi semakin terjangkau. Kondisi ini menguntungkan industri minyak domestik dan jaringan SPBU, sekaligus mempertahankan tingginya konsumsi energi fosil di pasar domestik.
Namun ketergantungan ini memiliki biaya ekonomi jangka panjang. Urban sprawl membuat pemerintah harus mengeluarkan anggaran lebih besar untuk jalan raya, jaringan utilitas, dan infrastruktur pendukung yang jaraknya berjauhan. Beban fiskal bertambah karena wilayah yang melebar membutuhkan investasi yang tidak efisien.
Transportasi umum yang tertinggal memperlebar ketimpangan mobilitas. Warga berpenghasilan rendah harus mengalokasikan sebagian besar pendapatan untuk kepemilikan kendaraan, sementara mereka yang tidak mampu membeli mobil kesulitan mengakses pekerjaan dan layanan publik.
Dalam jangka panjang, kebijakan yang terfokus pada mobil memperlambat diversifikasi ekonomi sektor transportasi. Investasi kereta komuter dan bus modern kalah bersaing dengan pembangunan jalan raya, membuat pasar angkutan umum sulit tumbuh dan kalah menarik secara finansial.
Selain itu, konsumsi bensin tinggi menambah ketergantungan ekonomi pada sektor energi fosil. Ketergantungan ini menjadikan volatilitas harga minyak global sebagai risiko makroekonomi yang terus menghantui, terutama ketika geopolitik memanas.
Fenomena ini menunjukkan bahwa mobil bukan sekadar alat transportasi bagi warga AS. Ia telah menjadi bagian integral dari dinamika ekonomi, dari konsumsi rumah tangga hingga kebijakan fiskal, dan dari industri manufaktur hingga struktur kota. Selama pola pembangunan tidak berubah, dominasi mobil akan terus berlanjut dalam sistem ekonomi Amerika.














