JAKARTA, COBISNIS.COM – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan bahwa kebutuhan anggaran subsidi listrik pada tahun 2025 bisa mencapai Rp 88,36 triliun.
Angka ini mengalami peningkatan sebesar Rp 15,12 triliun dari alokasi subsidi listrik tahun 2024. Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, menjelaskan bahwa estimasi anggaran subsidi listrik ini didasarkan pada asumsi makro yang tercantum dalam APBN, termasuk nilai tukar, harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, harga bahan bakar, penjualan, dan susut jaringan.
Berdasarkan perhitungan tersebut, subsidi listrik untuk tahun 2025 diperkirakan berada di kisaran Rp 83,02 triliun hingga Rp 88,36 triliun. Angka ini lebih tinggi dari alokasi subsidi listrik tahun 2024 yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp 73,24 triliun.
Baca juga: Subsidi Listrik 2025 Ditargetkan Sasar 42 Juta Pelanggan dengan Anggaran Rp 83 Triliun
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI pada Senin (3/5/2024), Jisman menjelaskan bahwa usulan kebutuhan subsidi listrik untuk RAPBN 2025 lebih tinggi dibandingkan APBN 2024.
Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan asumsi makro, penjualan, persentase penggunaan bahan bakar minyak (BBM), dan harga bahan bakar.
Jisman juga menyampaikan bahwa biaya pokok produksi (BPP) tenaga listrik yang dihasilkan oleh PLN cenderung naik setiap tahunnya, sejalan dengan tren kenaikan nilai tukar, ICP, biaya bahan bakar, serta pembelian tenaga listrik dari pihak swasta atau Independent Power Producers (IPP).
Namun, pemerintah tetap berupaya mengendalikan besaran anggaran subsidi listrik melalui penerapan subsidi yang tepat sasaran dan pengendalian BPP tenaga listrik.
Menurut Jisman, pengendalian BPP dilakukan melalui pengaturan konsumsi bahan bakar spesifik (SFC), pengurangan susut jaringan, penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT), dan kewajiban pasar domestik (DMO).
Rencana subsidi listrik untuk tahun 2025 ditargetkan untuk mencakup 42,08 juta pelanggan, yang terdiri dari pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA dan 900 VA, yang menjadi porsi terbesar dengan jumlah 35,22 juta pelanggan. Sisanya mencakup pelanggan industri kecil seperti percetakan dan gudang, bisnis kecil seperti pabrik garam dan kopi, pemerintah seperti kantor kepala desa, serta sosial seperti rumah sakit, rumah ibadah, panti asuhan, dan traksi seperti KRL.