Cobisnis.com – Kementerian Perindustrian terus berupaya agar pelaku industri kecil dan menengah (IKM) pangan tidak sekadar bertahan di tengah tekanan pandemi Covid-19, tetapi meningkatkan penjualan dengan jangkauan pasar yang lebih luas hingga ke mancanegara.
“Syarat ekspor produk pangan memang cukup ketat. Maka kami fasilitasi agar IKM pangan bisa naik kelas, omzetnya naik, teknologi dan mutunya bagus, serta pasarnya bisa makin luas,” kata Dirjen Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih dalam keterangannya, Sabtu (14 Februari 2021).
IKM pangan, kata Hati, memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar. Apalagi, perannya penting untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam lokal serta memenuhi pasar dalam dan luar negeri.
“Dari total sekitar 4,5 juta pelaku IKM di Indonesia, sebanyak 1,6 juta adalah IKM pangan,” ungkapnya.
Dirjen IKMA selama ini aktif mendorong pelaku IKM pangan agar terus mengembangkan kualitasnya sehingga memiliki daya saing global. Salah satu langkahnya yaitu melalui program peningkatan keamanan mutu pangan dengan sertifikasi Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP).
HACCP adalah sistem pengamanan produk pangan berstandar internasional yang perlu dimiliki setiap produsen pangan untuk menjamin bahwa produknya aman hingga dikonsumsi.
Konsultan HACCP Jamal Zamrudi mengatakan, sertifikasi HACCP bisa didapatkan apabila IKM pangan telah memiliki izin usaha industri, serta diutamakan telah mengantongi izin P-IRT/MD dan sertifikat halal.
Sertifikat diterbitkan untuk menjamin konsumen bahwa produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi dan terhindar dari bahaya kontaminan kimia, biologi, dan fisik.
“Dengan sertifikat ini, produsen akan mendapatkan kepuasan pelanggan, meningkatnya reputasi, kenyamanan iklim kerja, dan bukti IKM patuh aturan,” ujarnya.
Menurut Jamal, setiap risiko bahaya dalam proses produksi hingga distribusi akan diuji untuk mencapai nilai standar risiko minimum. “Batas bahaya tidak sampai nol. Nanti akan disesuaikan regulasinya dan spesifikasi produknya,” imbuhnya.
Jamal mengungkapkan, berdasarkan standar HACCP versi terbaru yang terbit tahun 2020, setiap produsen wajib mencantumkan komposisi alergen, upaya pencegahan kontaminasi hingga syarat sanitasi dalam dokumen persyaratan.
Misalnya, IKM harus menyebutkan bahan baku yang memicu alergi agar produknya lolos ekspor ke Amerika Serikat. “Yang berbeda adalah soal validasi atau disertakan bukti bahwa telah dilakukan tindakan pengendalian dari bahaya. Baik bukti dari laboratorium atau jurnal,” tuturnya.
Selama tahun 2012-2019, melalui program pengembangan dan penerapan sertifikasi produk, Kemenperin telah memfasilitasi sertifikasi HACCP untuk 33 IKM, dan 500 IKM telah difasilitasi untuk mengantongi sertifikasi halal.