Cobisnis.com – Beberapa pekan ini masyarakat digegerkan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang mengalami mogok bayar sejak akhir tahun 2018 silam. Hal itu membuat Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) angkat bicara.
Dalam acara media workshop yang dilaksanakan di Sentul pada 28-29 Februari 2020, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon mengatakan, “Akhir-akhir ini masyarakat banyak yang cemas akan asuransi jiwa, dan reaksinya yang paling mudah kami amati adalah meningkatnya aksi penarikan nilai tebus (surrender) atas polis asuransi yang dimiliki.”
Menurutnya, kecemasan tersebut tidak akan terjadi apabila nasabah memahami bahwa asuransi jiwa merupakan proteksi sekaligus investasi jangka panjang.
Dengan pemahaman itu, jika dalam suatu waktu ada guncangan, baik kasus serupa Jiwasraya maupun kondisi pasar yang naik turun, maka nasabah pun tidak perlu panik.
Berdasarkan data AAJI, peningkatan nilai klaim dan manfaat yang dibayarkan dari tahun 2008 berada pada 30,08 triliun sedangkan untuk 2018 di 121,35 triliun.
Angka tersebut menunjukkan, industri asuransi jiwa terus berkomitmen dan konsisten dalam memenuhi kewajiban nasabah.
“Kita sudah melihat angkanya. Memang selalu naik setiap tahun, tapi kalau sungguh kasus (Jiwasraya) menimbulkan kepanikan, seharusnya sudah terlihat (surrender naik signifikan) di sembilan bulan pertama,” ujar Budi.
Pria yang akrab disapa pak Butom itu menambahkan, jadi nasabah harusnya memahami bahwa membeli asuransi bukan untuk setahun, dua tahun, tapi untuk jangka panjang.
“Dan, jika sepanjang tahun itu ada up and down-nya, seharusnya nasabah hanya menggunakan sebagian uangnya untuk asuransi kan sebetulnya tidak perlu panik,” tutup Budi.