JAKARTA, Cobisnis.com – Beberapa jenis sampah plastik yang saat ini belum terselesaikan adalah sampah sachet, plastik multilayer, dan sampah HDPE. Tantangan pengelolaan sampah sachet atau plastik multilayer adalah perihal proses penguraiannya yang sulit. Sedangkan sampah plastik HDPE, yang merupakan salah satu kontribusi sampah terbesar saat ini, belum memiliki nilai ekonomi.
Melansir data dari Bappenas dan Kementerian Maritim dan Investasi, terdapat sekira 170 ribu ton sampah yang dihasilkan oleh Indonesia dalam sehari. Namun hanya sekira 10 hingga 15 persen yang diproses untuk didaur ulang, di mana 62 persen dari keseluruhan sampah tersebut, didominasi sampah rumah tangga, hal ini dilansir dari data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020.
Dilatarbelakangi permasalahan tersebut, P&G bekerjasama dengan start up Octopus Indonesia dan didukung oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat meluncurkan program Conscious Living, program ini merupakan kelanjutan dari program Conscious Living yang telah dilakukan oleh P&G sejak tahun 2020 secara internal, yang dilatarbelakangi bentuk pertanggung jawaban P&G atas dampak bisnisnya terhadap lingkungan.
Pada program Conscious Living sebelumnya, karyawan P&G Indonesia melakukan pemilahan sampah dan telah berhasil mengumpulkan lebih dari 5.1 ton sampah rumah tangga mereka sendiri untuk didaur ulang.
Melihat kesuksesan tersebut, P&G melakukan ekspansi program ini dengan melakukan multi-kolaborasi dengan pihak-pihak eksternal untuk dampak skala yang lebih besar. Namun yang berbeda pada kegiatan kali ini, P&G Indonesia melibatkan berbagai sektor, di antaranya pemerintah lokal, start up Octopus selaku operator pemilahan sampah, hingga konsumen P&G. Program ini didirikan melalui proses pengelolaan sampah yang terintegrasi guna mencapai sistem ekonomi sirkular.
Melalui program Conscious Living ini, P&G berupaya mengambil peran aktif dalam mendukung program pemerintah provinsi Jawa Barat, dengan bertanggung jawab atas sampah produknya secara terpadu. Melalui program ini, P&G juga turut mendukung Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang merencanakan kota Bandung untuk tidak lagi memiliki TPA di tahun 2023.
Sebagai operator utama program ini, Octopus memberikan layanan melalui aplikasi yang didirikannya, dimana konsumen dapat memilah sampah dan dilaporkan melalui aplikasi Octopus untuk dijemput oleh pelestari.
Hingga saat ini, Octopus Indonesia memiliki pengguna yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Aplikasi ini telah hadir di kota Makassar, Badung (Bali), Gianyar (Bali), Denpasar, dan Provinsi Jawa Barat. Melalui program ini, akan memberikan manfaat kepada 2.800 pelestari (pengumpul sampah) di Kota Bandung.
Melalui kerjasama ini, kemasan sachet atau multilayer dan plastik HDPE dari produk-produk P&G akan dikumpulkan oleh masyarakat provinsi Jawa Barat atau konsumen P&G, di mana nantinya para pengguna akan mengakses aplikasi mereka untuk menyetorkan sampah produk-produk P&G dengan menghubungi pelestari Octopus melalui aplikasi.
Pelestari kemudian akan datang dan mengambil sampah kemasan produk yang sudah dikumpulkan dan dipilah oleh konsumen. Kemudian sampah tersebut diserahkan kepada pengusaha pengolah sampah atau pengepul, dan sampah ini akan diolah menjadi sumber energi terbarukan sehingga tidak sampai ke Tempat Pembuangan Akhir.
Asrini Suhita, selaku P&G Indonesia Sales Senior Director & Sustainability Leader mengungkapkan bahwa, “Program ini bertujuan untuk melestarikan lingkungan dengan mencegah sampah plastik sachet atau multilayer dan HDPE dari produk P&G berakhir di TPA. Hal ini, merupakan bukti komitmen kami sebagai perusahaan FMCG dalam berupaya untuk mempertanggung jawabkan dampak bisnis kami terhadap lingkungan.”
“P&G merupakan pelopor dalam mengimplementasikan proses pengolahan sampah khususnya plastik sachet multilayer dan plastik HDPE yang belum memiliki nilai saat ini, sehingga dapat memiliki nilai ekonomi yang dapat memberikan maanfaat untuk masyarakat,” tambahnya.
Sementara Moehammad Ichsan, Co-Founder dan CEO Octopus Indonesia mengatakan, “Kami senang sekali, karena melalui program Conscious Living ini permasalahan sampah sachet atau plastik multilayer, dan plastik HDPE dapat ditangani. Selama ini, sampah jenis – jenis ini selalu dianggap sebagai sampah yang tidak memiliki nilai.”
“Namun, melalui program ini, kami bersama dengan P&G menciptakan sebuah sistem yang tidak hanya memberikan nilai terhadap sampah tersebut, namun juga memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat, diantaranya adalah konsumen, pelestari, dan pengepul. Dengan ini kami merasa sangat bangga bermitra dengan P&G dan kami berharap bahwa kerjasama ini dapat terus berinovasi dan berkembang ke wilayah lainnya,” jelasnya.
Dr.Ir. Prima Mayaningtyas, M.Si, selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat menyambut dengan antusias saat diluncurkannya program ini, “Kami mewakili pemerintah provinsi Jawa Barat mendukung penuh program ini, karena program ini sejalan dengan program pengelolaan lingkungan pemerintah provinsi kami. Salah satu tantangan terbesar kami saat ini memang perihal pengelolaan sampah plastik tanpa nilai ekonomi seperti sachet multilayer dan HDPE, dan saya sangat berterima kasih kepada P&G yang memelopori pergerakan yang sangat baik ini di industri FMCG,” ujarnya.
“Terimakasih kepada P&G dan Octopus Indonesia yang telah memilih Bandung Raya sebagai wilayah pertama pelaksanaan program Conscious Living. Kami berharap program ini dapat dilaksanakan di kota dan kabupaten di wilayah Jawa Barat lainnya,” tambahnya.
“Program Conscious Living tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dari pemerintah dan juga masyarakat setempat. Oleh karena itu, kami berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan juga Octopus yang telah menjadi bagian penting dari komitmen kami dalam mengimplementasikan nilai perusahaan kami yakni Force for Good, Force for Growth,” pungkas Asrini.