JAKARTA,Cobisnis.com – Bank Indonesia (BI) disebutkan telah menyiapkan sejumlah strategi dalam mengantisipasi efek rambatan dari kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau fed fund rate (FFR).
Hal itu diungkapkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur.
“Pertama adalah intervensi di spot domestic non deliverable forward (DNDF),” ujarnya dikutip Jumat, 25 Agustus.
Perry menjelaskan, langkah mitigasi yang ketiga adalah memperbanyak implementasi instrumen penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam atau SDA.
“Kemudian yang ketiga adalah menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai operasi moneter,” tuturnya.
Perry menambahkan, instrumen yang bakal diterbitkan tersebut berorientasi pada pasar (premarket) untuk memperdalam pasar uang.
“Nanti underlying-nya adalah Surat Berharga Negara (yang dimiliki BI) dan ini bisa menarik untuk investasi portofolio. Hal-hal karenanya untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah,” tegas dia.
Dalam kesempatan tersebut Perry juga menyatakan jika ada kemungkinan The Federal Reserve bakal menaikan suku bunga dua kali hingga akhir tahun ini.
Asumsi itu didasarkan tingkat inflasi AS yang cenderung tinggi dengan pasar tenaga kerja yang masih ketat.
“Baseline kami naik satu kali, tapi ada kemungkinan naik sampai dua kali,” katanya.
Adapun BI pada tengah pekan ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen.
Hal serupa juga berlaku untuk suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility sebesar masing-masing 5,00 persen dan 6,50 persen.
“Kebijakan suku bunga diarahkan untuk menjaga inflasi dan mendorong pertumbuhan di dalam negeri,” ungkap Perry.