JAKARTA, COBISNIS.COM – Para produsen rokok menyambut baik keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025.
Keputusan ini dinilai sebagai angin segar bagi industri yang selama ini terus tertekan oleh berbagai kebijakan fiskal dan nonfiskal yang ketat.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, menyampaikan bahwa hingga pembahasan Rancangan APBN 2025, penyesuaian tarif CHT untuk tahun depan belum akan diberlakukan.
Langkah ini diambil dengan pertimbangan fenomena down trading rokok yang terjadi akibat kenaikan cukai pada tahun 2023 dan 2024 sebesar rata-rata 10%.
Down trading merupakan fenomena di mana konsumen beralih ke produk rokok dengan harga yang lebih murah akibat kenaikan cukai.
Hal ini menambah beban bagi produsen rokok legal yang sudah menghadapi tantangan pasar akibat penurunan daya beli konsumen.
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Nayoan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirim surat kepada Menteri Keuangan pada Agustus 2024, meminta agar tarif cukai pada 2025 hingga 2027 tidak dinaikkan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi industri rokok legal agar bisa pulih dan stabil.
Dalam surat tersebut, Gappri juga meminta pemerintah agar tidak menyederhanakan struktur tarif CHT, serta menjaga disparitas harga antar golongan rokok. Selain itu, Gappri mengusulkan agar pemerintah terus melakukan operasi untuk memberantas peredaran rokok ilegal yang semakin marak.
Gappri menilai kondisi industri tembakau nasional saat ini berada dalam situasi sulit, dengan semakin banyaknya konsumen yang beralih dari rokok Golongan I dan II ke rokok yang lebih murah, bahkan rokok ilegal. Hal ini berdampak langsung pada penerimaan negara dari CHT yang tidak mencapai target pada tahun 2023.
Penyebaran rokok ilegal yang merambah pasar menjadi salah satu penyebab utama menurunnya penjualan rokok legal, membuat harga rokok legal semakin tidak terjangkau oleh sebagian besar konsumen. Gappri memprediksi bahwa target penerimaan cukai pada 2024 juga tidak akan tercapai jika situasi ini terus berlanjut.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif CHT pada 2025 dianggap sebagai langkah positif untuk mencegah keruntuhan industri rokok legal di Indonesia. Selain itu, Gappri juga berharap agar pemerintah tidak menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang direncanakan akan naik menjadi 12%.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachyudi, juga memberikan apresiasi atas keputusan pemerintah. Namun, Gaprindo tetap waspada, mengingat ada kemungkinan bahwa kenaikan tarif CHT dapat terjadi secara signifikan di masa mendatang, sebagaimana terjadi pada tahun 2020.
Selain kebijakan fiskal, Gaprindo juga merasa tertekan oleh kebijakan nonfiskal, termasuk regulasi yang membatasi penjualan rokok di sekitar fasilitas pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 28/2024 yang melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak, dianggap mempersempit ruang gerak produsen rokok legal.
Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan penurunan produksi rokok nasional sebesar 10,57% dalam lima tahun terakhir, dengan produksi rokok putih mesin menyusut hingga 35,74%. Produsen rokok berharap adanya keseimbangan antara kebijakan fiskal dan nonfiskal agar industri rokok legal bisa bertahan di tengah tantangan yang ada.