Cobisnis.com – Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa secara keseluruhan, nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat mengarah ke Rp15.000 per dolar AS pada akhir tahun 2020.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu 29 April 2020 saat memperbaharui perkembangan terkini dan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak penyebaran Covid-19.
Pada Selasa 28 April 2020, nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp15.380 per dolar AS atau melemah Rp70 dari hari sebelumnya Rp15.310.
“Pergerakan nilai tukar dipengaruhi oleh faktor teknikal, yaitu kebutuhan valuta asing dari korporasi yang relatif tinggi sesuai pola historikalnya serta langkah pemerintah di berbagai daerah dalam penerapan PSBB yang oleh sejumlah pelaku pasar dipersepsikan akan berdampak menurunkan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Selain itu, lembaga rating Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 sekitar 2,8% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya, meskipun masih lebih tinggi dari perkiraan Bank Indonesia yaitu sekitar 2,3% (yoy).
Sementara itu, beberapa faktor positif yang memengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu jumlah penawaran untuk lelang SBN yang tinggi, sebesar Rp44,4 triliun. Hal tersebut menunjukan minat investor asing dalam dan luar negeri untuk membeli SBN yang tinggi.
“Selain itu, penguatan futures saham di Amerika Serikat dan Eropa juga merupakan faktor positif yang memengaruhi pergerakan nilai tukar,” ucapnya.
Perry menegaskan, nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat mengarah ke Rp15.000, didukung oleh empat faktor:
Pertama, secara fundamental, nilai tukar Rupiah masih undervalued didukung oleh defisit transaksi berjalan Triwulan I akan lebih rendah dari 1,5% PDB dan secara keseluruhan pada tahun 2020 akan lebih rendah dari 2% Produk Domestik Bruto (PDB).
“Penurunan defisit transaksi berjalan tersebut berarti bahwa kekurangan devisa akan lebih rendah sehingga mendukung penguatan nilai tukar rupiah ke arah fundamentalnya,” papar Perry.
Kedua, Bank Indonesia akan selalu berada di pasar dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Ketiga, arus modal asing diprakirakan akan masuk ke Indonesia. Secara historis periode 2011-2019 di Indonesia, outflow relatif kecil dalam periode yang pendek dan diikuti dengan inflow yang besar dalam peiode yang panjang. Data menunjukkan rata-rata outflow sebesar Rp29,2 triliun dengan durasinya sekitar 3-4 bulan dan diikuti inflow sebesar Rp229,1 triliun dengan durasi sekitar 21 bulan.
“Keempat, premi risiko diprakirakan akan menurun setelah pandemi COVID-19 berakhir,” pungkas dia.